Jakarta, Gatra.com – Ketua Umum (Ketum) DPN Peradi, Prof. Dr. Otto Hasibuan, mengatakan, Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Peradi 2022, di antaranya menyikapi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No. 91/PUU-XX/2022.
Otto dalam keterangan pers, Selasa (13/12), menyampaikan, untuk menyikapi putusan MK tersebut, Rakernas membahasnya secara khusus melalui diskusi bertajuk “Tinjauan Akademis terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi No. 91/PUU-XX/2022”.
Ia mengungkapkan, untuk membedah soal putusan MK yang mengatur masa kepemimpinan organisasi advokat (OA) maksimal dua periode, baik berturut-turut atau tidak, itu menghadirkan Guru Besar Universitas Krisnadwipayana (Unkris) Prof. Dr. Gayus T. Lumbuun, S.H., M.H., dan Dosen Hukum Tata Negara dan Konstitusi, Fakultas Hukum Universitas Muslim Indonesia (UMI), Dr. Fahri Bachmid, S.H., M.H., sebagai narasumber.
Baca Juga: Otto: Putusan MK Batasi Masa Pimpinan Organisasi Advokat, Absurd
Gayus menyampaikan, pemohon uji materi bukan lagi meminta MK untuk menafsirkan Pasal 28 Ayat (3) UU Advokat, tetapi membuat regulasi atau aturan baru. Ia juga menyoroti pertimbangan putusan MK, yakni soal tata kelola organisasi yang baik.
Menurutnya, tata kelola organisasi yang baik dan profesional itu selain tidak bertentangan dengan undang-undang (UU), telah disepakati para advokat dalam AD/ART organisasi sesuai dengan mekanisme yang berlaku.
“Pertimbangan dan penilaian MK ini sudah jauh masuk ke ranah kebebasan berserikat dan kebebasan mengatur serikat atau perkumpulan yang menjadi kedaulatan anggota,” tandasnya.
Menurutnya, MK telah melakukan abuse of power. Pertama, mencampuri kebebasan anggota organisasi dan atau kedaulatan organisasi advokat dalam menentukan sikap organisasi yang tidak bertentangan dengan UU.
Kedua, lanjut Gayus, putusan MK itu merujuk pada penalaran dengan alasan pertimbangan hukum, bukan pada konstitusi yang nyata dan tegas sudah diatur UUD dan UU sebagai dasar tujuan dan kewenangan dalam memutus perkara.
Terakhir atau ketiga, kata Gayus, MK mengesampikan fakta yuridis dan faktual bahwa organisasi advokat adalah organisasi yang mandiri dan menjadi milik dari anggotanya sebagai pihak yang berdaulat atas organisasinya.
Sedangkan Fahri Bachmid menyampaikan, MK dalam putusan Perkara No. 014/PUU-IV/2006 tanggal 30 November 2006 menyatakan bahwa Peradi merupakan satu-satunya wadah profesi advokat.
“Pada dasarnya, Peradi adalah organ negara dalam arti luas yang bersifat mandiri (independent state organ) yang juga melaksanakan fungsi negara, baik fungsi klasik maupun fungsi secara aktual,” katanya.
Soal masa jabatan pimpinan OA, ujar dia, sesuai Pasal 60 UU MK bertujuan untuk tercapainya suatu kepastian hukum. Namun, pemberlakuan tanpa pengecualian tertentu, dapat menyebabkan kemandekan dalam perkembangan hukum di masyarakat.
“Oleh karenanya, meskipun putusan MK mengikat secara umum, termasuk terhadap dirinya sendiri, akan tetapi MK tidak terikat secara mutlak pada kekuatan res judicata putusannya,” kata Fahri Bachmid.
Menurutnya, jika terjadi perkembangan dan perubahan fakta-fakta yang relevan dengan penafsiran MK atas satu norma konstitusi pada putusan terdahulu. Keterikatan terhadap res judicata substantif hanya dipandang sah dan layak sepanjang fakta- fakta yang relevan dengan putusan tidak berubah dibandingkan ketika putusan dijatuhkan.
Secara prinsip, sesungguhnya perubahan pendirian posisi hukum Mahkamah terhadap satu isu hukum kontemporer tertentu adalah sebuah keniscayaan, atau sesuatu yang dapat dibenarkan sepanjang perubahan didasarkan pada alasan yang substansial.
Baca Juga: Otto: Rakernas Peradi Bahas Persoalan Penting, Single Bar hingga Putusan MK
Secara doktriner maupun praktik, dalam pengujian konstitusionalitas undang-undang, perubahan pendirian Mahkamah bukanlah sesuatu yang tanpa dasar.
“Hal demikian merupakan sesuatu yang lazim terjadi. Bahkan misalnya, di Amerika Serikat yang berada dalam tradisi common law, yang sangat ketat menerapkan asas precedent atau stare decisis atau res judicata,” katanya.
Gayus Lumbuun dan Fahri Bachmid menyatakan tetap menghormati putusan MK. Namun demikian, DPN Peradi dapat mengajukan permohonan uji ulang materi yang sama. Untuk itu, sebelumnya perlu melakukan sejumlah pengkajian dan pertimbangan.