Sydney, Gatra.com - Laporan "Global Terrorism Index (GTI) 2022: Measuring the Impact of Terrorisme" yang dirilis oleh Institute for Economy & Peace menyebutkan bahwa Myanmar menjadi negara yang mengalami dampak kasus terorisme tertinggi di kawasan Asia-Pasifik. Secara global GTI menempatkan Myanmar di urutan ke-9 dengan skor 7.830.
“Serangan teroris di Myanmar meningkat secara signifikan pada 2021. Terjadi 25 serangan terorisme pada 2020 dan meningkat menjadi 750 serangan teroris pada 2021. Ini merupakan level tertinggi yang terlihat di Myanmar dalam dua dekade terakhir dan untuk pertama kalinya Myanmar termasuk dalam sepuluh negara yang paling terdampak terorisme (dalam GTI),” demikian penjelasan yang dilansir dari laporan GTI pada Selasa (13/12).
Meningkatnya insiden terorisme tersebut selain berpengaruh kepada jumlah korban meninggal dunia juga menjadi "rekor" terbaru untuk Myanmar sejak 2007. Laporan GTI menjelaskan bahwa kematian akibat terorisme di Myanmar meningkat drastis di mana terdapat 24 korban pada 2020 dan menjadi 521 pada 2021.
Salah satu sebab meningkatnya insiden konflik di Myanmar tersebut adalah karena ketidakstabilan politik akibat pemilu Februari 2021 dan deklarasi keadaan darurat. Hal tersebut menyebabkan bentrok tak terelakkan antara pemerintah militer baru, pendukung rezim sebelumnya, dan militan etnis.
Filipina menjadi negara kedua setelah Myanmar di kawasan Asia-Pasifik yang mengalami dampak terorisme. Secara global, Filipina berada di urutan 16 dari 163 negara dengan skor 6.790. Terjadi sebanyak 64 insiden terorisme yang menelan 53 korban jiwa. Selanjutnya, Thailand menjadi negara ketiga yang mengalami dampak terorisme tinggi di kawasan Asia-Pasifik dengan 14 insiden terorisme dan 7 korban meninggal.
Indonesia sendiri berada di urutan ke-4 dari negara di kawasan Asia-Pasifik yang terdampak terorisme. Secara global, Indonesia berada di posisi ke-24 dari 163 secara. Laporan GTI menjabarkan bahwa selama 2021 terjadi 16 insiden terorisme yang merenggut 24 nyawa korban.
Serangan di Indonesia menjadi lebih mematikan pada tahun 2021 dan negara tersebut mencatat kerusakan tertinggi kedua di kawasan Asia-Pasifik. Serangan menurun 24% sementara kematian meningkat 85%. Pada tahun 2021, rata-rata terdapat 1,5 kematian per serangan, dibandingkan dengan 0,6 kematian per serangan pada tahun 2020.
Serangan di Indonesia sebagian besar dilakukan oleh kelompok separatis seperti Organisasi Papua Merdeka (OPM) dan Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat. Islamic State (IS) bertanggung jawab atas dua serangan di Indonesia pada tahun 2021, dengan satu serangan yang mengakibatkan kematian empat petani di tangan seorang penyerang bersenjata.
Dalam laporan tersebut dijelaskan bahwa para peneliti menggunakan empat indikator untuk mendapatkan skor GTI yang meliputi total kematian, jumlah insiden, sandera, dan cedera akibat aksi terorisme, dengan bobot selama lima tahun.
Skala yang digunakan GTI adalah pada rentang 0 hingga 10. Angka 0 menunjukkan bahwa tak ada dampak dari terorisme, sedangkan 10 mewakili dampak terorisme tertinggi. GTI menganalisis dampak terorisme di 163 negara yang mencakup 99,7% dari populasi dunia.
GTI mendefinisikan terorisme sebagai ancaman sistematis atau penggunaan kekerasan baik untuk atau menentang otoritas yang mapan, dengan maksud untuk menyampaikan pesan politik, agama, atau ideologis kepada kelompok yang lebih besar dari kelompok korban. Dengan begitu, para teroris hendak menciptakan ketakutan, dan dengan demikian, mengubah (atau mencoba untuk mengubah) perilaku kelompok yang lebih besar.
Institute for Economics & Peace menggunakan data dari TerrorismeTracker dan sumber-sumber terkait lainnya untuk menyusun laporan tersebut yang berisi lebih dari 60.500 insiden teroris selama periode 2007 hingga 2021.