Jakarta, Gatra.com - Ratusan Peternak UMKM mandiri yang tergabung dalam Komunitas Peternak Unggas Nasional (KPUN) melakukan unjuk rasa ke Kantor Kementerian Perdagangan, Kementerian Ekonomi, Ombudsman, serta Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU) hari ini, Selasa (13/12).
Para peternak mendesak pemerintah untuk segera memperbaiki tata kelola perniagaan unggas pedaging yang saat ini dinilai tidak adil untuk peternak mandiri. Ketua KPUN Alvino Antonio mengatakan naiknya harga ayam karkas mencapai Rp40.000 per kg di pasar saat ini ternyata tidak diiringi dengan kenaikan harga ayam hidup (livebird) di tingkat peternak UMKM mandiri yang masih rendah.
Menurut Alvino, sudah hampir lima bulan belakangan peternak masih menderita kerugian, yang ditandai dengan bertahannya harga ayam hidup masih di bawah Harga Pokok Produksi (HPP), yaitu sekitar Rp19.500 - Rp20.000 per kg. "Posisi harga ayam hidup di kandang saat ini mencapai Rp 18.500-19.000 per kg," kata Alvino dalam keterangannya, Selasa (13/12).
Padahal berdasarkan Peraturan Badan Pangan Nasional (Perbadan No. 5 Th. 2022) menetapkan Harga Acuan Pemerintah (HAP) ayam hidup di peternak sekitar Rp 21.000 - 23.000 per kg. Menurut Alvino, sampai saat ini tidak ada upaya pemerintah melindungi peternak dengan regulasi yang pasti. "Meskipun peraturan tingkat Menteri sudah ada, tetapi pelaksanaan dan pengawasannya masih tidak berjalan efektif," tuturnya.
Misalnya, Alvino menyebutkan Peraturan Menteri Pertanian No.32/2017 tentang Penyediaan, Peredaran dan Pengawasan Ayam Ras dan Telur Konsumsi. Dalam pasal 16 beleid tersebut menegaskan, pembagian porsi DOC (day old chicken) FS paling rendah 50% dikuasai oleh pelaku usaha peternak mandiri, koperasi, dan peternak. Sedangkan 50% lainnya dikuasai oleh industri.
Namun, Alvino mengungkapkan fakta di peternak rakyat, mandiri, atau koperasi hanya memegang peranan 20% dari total yang dijanjikan oleh pemerintah sebesar 50%. "Karena itu, kami menuntut kepada Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian untuk mengevaluasi aturan yang dibuat oleh Dirjen PKH Kementan," ucapnya.
Selain itu, peternak juga meminta kepada KPPU dan Ombudsman untuk melakukan investigasi adanya potensi kartelisasi dan monopoli di bidang perunggasan. Meskipun Permentan sudah ada, kata Alvino, faktanya harga ayam hidup di level peternak masih terombang-ambing, sedangkan di level industri masih tenang dan menguntungkan. Ia menduga, ada potensi permainan monopoli bisnis yang sangat kuat oleh industri.
"Padahal kami melakukan bisnis yang sama, yakni sama-sama ayam ras. Tetapi kenapa kami masih mengalami kerugian yang cukup panjang," kata Alvino. Ia mendorong Ombudsman RI, untuk segera melakukan investigasi potensi adanya pelanggaran maladministrasi carut marut bisnis perunggasan. Terutama membuka atau transparansi data penguasaan bisnis GPS, PS, dan FS.
Musababnya, menurut Alvino, selama ini pemerintah masih memberikan komando afkir dini bersama-sama dengan industri melalui aturan yang dibuat yakni Surat Edaran (SE) Dirjen yang berjilid-jilid. Para peternak menuding, afkir dini justru cenderung jadi cara industri mengelabui peternak.
"Faktanya harga DOC bukan semakin murah, tetapi semakin mahal. Pun dengan harga pakan cenderung meningkat. Jadi ini ada anomali di bisnis perunggasan," imbuh Alvino.
Empat Tuntutan
Sebagai informasi, dalam unjuk rasa hari ini, para peternak yang tergabung dalam KPUN juga mengajukan empat tuntutan kepada pemerintah. Isinya sebagai berikut:
1. Mendesak Kemenko Bidang Perekonomian Untuk segera membuat draft Rancangan Peraturan Presiden tentang Perlindungan Peternak Rakyat Ayam Ras. Sebagaimana diamanatkan UU No.18/2009 Jo; UU 41/2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan. Pasal 33 ketentuan lebih lanjut mengenai Budidaya sebagaimana dimaksud Pasal 27 sampai Pasal 32 diatur dengan Peraturan Presiden.
2. Mendesak KPPU untuk segera melakukan investigasi adanya potensi kartelisasi dan monopoli bisnis dibidang perunggasan. Terutama meneggakkan aturan Permentan 32/2017. Selain itu meminta untuk evaluasi kebijakan afkir dini yang cenderung berpotensi melanggar aturan Pemerintah No.44/2021 tentang Pelaksanaan Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Tidak Sehat.
3. Mendesak Ombudsman RI untuk melakukan investigasi prakarsa sendiri. Terutama potensi adanya maladministrasi yang dilakukan oleh Kementerian Pertanian atas peraturan yang dibuat yakni Permentan 32/2017. Kemudian aturan turunan mengenai kebijakan Cutting yang berjilid-jilid. Selain itu juga mengevaluasi jajaran/apatur pemerintahan bidang Peternakan dan Kesehatan Hewan yang tidak memiliki kompetensi yang memadai.
4. Dengan kerugian yang bertahun-tahun peternak masih rugi dan bertahan untuk tetap menjalankan usahanya. Maka peternak meminta kepada Kemenko, KPPU dan Ombudsman untuk melindungi peternak rakyat atas ancaman dan memperkarakan seluruh peternak mandiri yang masih terlilit hutang oleh sejumlah pabrik pakan ternak di pengadilan.