Home Hukum Kronologi Pembunuhan Brigadir J Versi Putri Candrawathi

Kronologi Pembunuhan Brigadir J Versi Putri Candrawathi

Jakarta, Gatra.com- Terdakwa kasus pembunuhan Brigadir J, Putri Candrawathi mengungkapkan kronologi jelang peristiwa penembakan yang terjadi di rumah dinas Ferdy Sambo, di Kompleks Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan, pada Jumat (8/7).

Mulanya, Putri menceritakan kronologi ketika ia dan rombongannya tiba di kediaman pribadi Ferdy Sambo di Jalan Saguling III, Jakarta Selatan, sepulang dari Magelang, Jawa Tengah, pada Jumat (8/7) silam. Sesampainya di sana, ia terlebih dahulu melaksanakan tes swab PCR dan mencuci tangan, sebelum akhirnya beranjak ke lantai dua kediaman guna bertemu dengan sang suami yang berada di ruang kerjanya.

Putri pun sempat izin pada Sambo untuk makan terlebih dahulu, sebelum ia bercerita mengenai peristiwa pelecehan seksual yang terjadi padanya di Magelang, Jawa Tengah. Barulah, setelah itu ia kembali naik ke lantai tiga kediaman, dan bertolak ke ruang televisi, untuk bertemu dengan Ferdy Sambo.

"Suami saya marah, emosi, terus menarik-narik nafas dalam tanpa berkata-kata, lalu menangis, dan saya pun menangis," jelas Putri, dalam persidangan Bharada E, Ricky Rizal, dan Kuat Ma'ruf, di PN Jakarta Selatan, Senin (12/12).

Putri mengatakan, setelah mendengarkan cerita Putri dan bereaksi, Ferdy Sambo pun lantas memanggil Ricky Rizal melalui handy talkie (HT). Sambo pun kemudian meminta Putri untuk masuk ke dalam kamar. Ia pun menuruti perintah itu, dan menenangkan diri sekaligus bersiap untuk melakukan isolasi mandiri usai berpergian, karena ia merasa demam.

Sementara itu, Putri mengaku ia tak mengetahui keberadaan Kuat Ma'ruf, pada saat itu. Ia juga mengaku tidak tahu dengan isi pembicaraan antara Ricky dan Sambo. Ia juga menepis kalimat Hakim Ketua Wahyu Iman Santoso, yang menyebutnya menemui Bharada E di lantai tiga kediaman Saguling, bersama sang suami.

"Saya tidak mengetahui keberadaan Richard di lantai tiga," akunya.

Ia kemudian mengajak Ricky Rizal untuk mengantarkannya ke rumah dinas Ferdy Sambo di Kompleks Polri Duren Tiga, untuk melakukan isolasi mandiri di sana. Ia mengaku, meminta Ricky mengantarnya karena ia telah percaya pada Ricky yang merupakan ajudan Sambo yang paling senior.

Sesampainya di rumah dinas, Putri pun turun dari mobil dan meminta Kuat Ma'ruf untuk membawakan tasnya, sebelum akhirnya masuk ke dalam rumah. Putri mengaku, setelah itu ia masuk ke dalam kamar untuk mengganti pakaian dan kemudian istirahat.

Padahal, sebelumnya Putri mengaku tak mengetahui secara pasti siapa saja ajudan yang ikut bersamanya menuju rumah dinas Sambo. Ia bahkan mengaku baru mengetahui siapa saja yang ada bersamanya saat itu, ketika ia menjalani pemeriksaan di Badan Reserse Kriminal (Bareskrim Polri).

Namun demikian, Putri lalu menjelaskan bahwa Kuat Ma'ruf lah yang lebih dulu menghampiri Putri untuk menawarinya bantuan membawakan tasnya.

Putri menyebut, beberapa waktu setelah ia masuk ke dalam kamarnya, ia mendengar suara tembakan. Ia mengaku, bunyi letusan itu didengarnya saat ia tertidur di dalam kamarnya itu.

"Saya waktu itu sedang istirahat, sedang tidur di tempat tidur. Terus saya mendengar seperti suara-suara gitu, ribut-ribut. Terus, tiba-tiba terdengar letusan," ujar Putri.

Ia mengatakan, letusan itu sempat terdengar beberapa kali. Namun, ia tak menyebutkan jumlah pasti dari suara letusan tersebut.

"Saya di kamar tutup telinga dan saya takut," ungkapnya. Di tengah ketakutan dan kondisinya yang sedang tidak baik itu, Putri mengaku hanya dapat meringkuk sambil menutup kedua telinganya.

Beberapa waktu setelahnya, Putri mengaku ada orang yang membuka pintu kamarnya, sehingga ia terkejut dan berbalik ke arah pintu. Rupanya, orang itu adalah Ferdy Sambo.

"Terus, suami saya langsung merangkul saya, membawa saya keluar, lalu saya diantar Ricky kembali ke Saguling," akunya.

Setelah tiba di Saguling, ia pun segera masuk ke dalam kamar, kemudian mencuci tangan dan berganti baju sebelum akhirnya beristirahat.

Adapun, Putri mengaku tidak melihat posisi Brigadir J yang terbujur pasca penembakan. Menurutnya, saat itu Sambo merangkulnya, sehingga ia tak melihat jasad korban karena wajahnya menghadap ke arah dada kiri sang suami.

507