Jakarta, Gatra.com - Terdakwa kasus pembunuhan Brigadir J, Bharada E alias Bharada Richard Eliezer mencatat ada enam poin pernyataan Putri Candrawathi dalam kesaksiannya pada persidangan hari ini, Senin (12/12), yang Bharada E pandang tidak sesuai dengan kronologi yang terjadi di lapangan.
"Untuk keterangan dari saksi PC, ada beberapa yang saya catat, Yang Mulia, yang menurut saya tidak sesuai atau saudara PC sendiri yang lupa," kata Bharada E saat menanggapi kesaksian Putri Candrawathi, dalam persidangan Senin (12/12).
Menurut Bharada E, salah satunya adalah bantahan Putri Candrawathi bahwa dirinya pernah berkeliling wilayah Kemang, Jakarta Selatan, bersama Bharada E dan Brigadir J sebelum akhirnya kembali ke kediaman Bangka karena tidak menemukannya. Ketika di rumah Bangka itulah, Bharada E akhirnya melihat sosok wanita misterius yang keluar dari kediaman Ferdy Sambo di Jalan Bangka dengan menangis.
"Bulan Juni itu, yang pada saat itu saya diajak oleh Ibu PC sendiri, dan di mobil satunya ada Bang Matius dan Yosua, juga serta anaknya, Mbak Datia. Itu kami ke arah Jalan Kemang, Yang Mulia. Mutar-mutar Jalan Kemang, sampai akhirnya kami balik ke arah Jalan Bangka, ke rumah Bangka, dan di sana datang Koh Elben dan Pak FS," ungkap Bharada E.
Ia mengatakan, saat itu, hanya ada dua orang ajudan yang bersiaga di area dalam kediaman. Keduanya adalah Matius dan Brigadir J. Sementara itu, menurutnya, baik ajudan maupun asisten rumah tangga (ART) saat itu diminta untuk menunggu di pagar di luar.
"Karena pada saat itu saya di luar, saya lihat sendiri untuk perempuan keluar dari rumah, Yang Mulia, menangis," ungkapnya.
Tak hanya itu, Bharada E juga menepis kesaksian Putri Candrawathi yang menyatakan bahwa dirinya terus tertidur selama perjalanan dari Magelang, Jawa Tengah ke Jakarta. Bharada E mengklaim, Putri sempat berbincang dengannya dalam perjalanan itu, ketika ia bertanya pada Putri mengenai proses tes swab PCR yang akan mereka lakukan setiba di Jakarta.
Menurut Bharada E, ia mendapat pesan dari ajudan yang bersiaga di kediaman Bangka, Jakarta Selatan, mengenai waktu PCR. Pasalnya, menurut Bharada E, berdasarkan protokol kesehatan yang berlaku di rumah Sambo, mereka harus terlebih dahulu menjalani isolasi mandiri di kediaman Bangka seusai pulang dari luar kota.
"Jadi, ketika Saddam chating ke saya, saya langsung menanyakan ke Ibu pada saat itu. (Saya bilang ke Saddam), 'Ya sudah, Bang, pesan saja PCR nya'. Saya minta petunjuk ke Ibu, 'Mohon petunjuk, Ibu, untuk PCR dilaksanakan di mana'," kata Bharada E.
Selain itu, Bharada E menyoroti bantahan Putri Candrawathi terkait momen di mana Putri mengajaknya untuk menyimpan senjata Brigadir J ke rak penyimpanan senjata. Ia pun menegaskan bahwa momen itu benar terjadi, dan dari sanalah ia mengetahui keberadaan rak senjata itu.
"Ibu PC membantah dan mengatakan lupa, saat beliau mengajak saya untuk menyimpan senjata ke kamar di lantai 3, dan tadi sudah ditanyakan dari JPU (Jaksa Penuntut Umum), bagaimana saya mengetahui letak lemari di situ, Yang Mulia," jelasnya.
Tak hanya itu, Bharada E juga menyoroti pernyataan Putri Candrawathi yang mengklaim dirinya tak mengetahui keberadaan Bharada E di lantai 3 rumah pribadi Ferdy Sambo di Jalan Saguling III, Jakarta Selatan. Padahal, menurut Bharada E, Putri berada di sebelah Sambo saat mantan Kadiv Propam itu menguraikan rencana dan skenario penembakan terhadap Brigadir J.
"Pada saat Pak FS menjelaskan tentang skenario serta menyuruh saya menembak Yosua, pada waktu itu Ibu PC ada di situ. Juga, pada saat saya mengisi peluru, mengisi amunisi, Ibu PC juga ada di situ, Yang Mulia," tegas Bharada E, dalam persidangan.
Ia pun menyayangkan tidak adanya kondisi CCTV di lantai 2 dan lantai 3 rumah Saguling serta rumah Bangka. Sebab, menurutnya, CCTV di lokasi tersebut dalam keadaan baik, maka serangkaian peristiwa di balik pembunuhan Brigadir J akan menjadi lebih jelas.
"Seandainya CCTV lantai 2 dan lantai 3 rumah Saguling serta Jalan Bangka itu ada, mungkin semuanya akan lebih terang dan Ibu mungkin tidak berani bohong di depan pengadilan," tutur Eliezer.
Tidak hanya itu, Bharada E juga menepis kesaksian Putri yang menyatakan bahwa ia menutup pintu kamarnya saat ia berada di rumah dinas Ferdy Sambo di Kompleks Polri Duren Tiga, saat melakukan isolasi mandiri, sesampainya dari Magelang, Jawa Tengah. Menurut Bharada E pada kenyataannya, pintu kamar Putri dalam kondisi terbuka setengah saat peristiwa penembakan terjadi.
"Ibu PC bilang, di Duren Tiga, Ibu PC menutup pintu. Padahal, setelah kejadian itu sudah jelas dari beberapa saksi, juga mengatakan baik dari (Ajudan Adzan) Romer dan Kuat juga mengatakan pintu terbuka setengah, Yang Mulia, dan saya juga mengatakan pintu kamar Ibu PC terbuka setengah," kata Bharada E.
Keenam, Bharada E juga menepis pernyataan Putri Candrawathi yang menyatakan bahwa dirinya tak tahu-menahu mengenai pemberian uang dan ponsel dari Ferdy Sambo ke Bharada E. Bahkan, Bharada E dan tim kuasa hukumnya telah memiliki bukti untuk menepis hal tersebut.
"Ibu PC mengatakan tidak tahu tentang pemberian uang dan HP (Handphone). Padahal, tadi sudah ada bukti. Mungkin besok akan dihadirkan. Foto tersebut ada gambaran tangan Ibu PC menggunakan gelang yang saat ini Ibu PC pakai, juga ada potongan kaki dari Pak FS memakai sandal," ungkap Bharada E.
Adapun, terkait poin terakhir, Kuasa Hukum Bharada E Ronny Talapessy sempat menghadirkan bukti berupa foto yang menangkap bagian tangan Putri Candrawathi dan kaki Ferdy Sambo, saat mantan Kadiv Propam itu menghadiahinya uang senilai Rp1 miliar dan ponsel pascapenembakan Brigadir J, Minggu (10/7).
Dengan adanya bukti itu, pihak Bharada E telah menepis pernyataan Putri yang menyebut dirinya tidak tahu-menahu mengenai pemberian tersebut.