Jakarta, Gatra.com- Ketua Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) Wahyu Iman Santoso dikritisi soal menyebut terdakwa Kuat Ma'ruf buta, tuli, dan berbohong saat memberikan kesaksian untuk terdakwa Richard Elizier atau Bharada E dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir Yosua Nofriansyah Hutabarat atau Brigadir J. Sikap Wahyu dinilai melanggar etik seorang hakim.
"Kita paham orang kan kesal ada batasnya tapi nahan diri lah, jangan terkesan oleh semua yang dengar, melihat, hakim ini enggak suka. Dia harus objektif, mengatur strategi bagaimana seseorang ditanya, dia terus terang. Itu kelihaian hakim di sana membuat seseorang yang ditanya mau berterus terang tapi tidak dengan kata-kata kasar," kata Guru Besar Hukum Pidana Universitas Padjajaran, Profesor Romli Atmasasmita, saat dikonfirmasi, Senin, (12/12).
Romli mengatakan dalam undang-undang, hakim tidak boleh berpihak untuk mengambil kesimpulan sebelum sidang selesai. Hakim juga tidak boleh menyimpulkan, apalagi menuding berbohong kepada saksi dalam persidangan.
"Itu enggak boleh, bisu, tuli itu enggak boleh. Bahasa-bahasa itu bahasa kode etik hakim. Ada pedoman perilaku hakim, hakim itu harus sopan santun tidak boleh melanggar privasi seseorang terdakwa atau saksi," ujar Romli.
Romli meminta hakim betul-betul menjaga lisannya. Hakim harus memahami bahwa tidak semua saksi yang diperiksa dalam persidangan memiliki pengetahuan atau pendidikan yang sama. Menurut dia, saksi yang berpendidikan rendah tidak akan paham mendengar pertanyaan-pertanyaan orang berpendidikan tinggi.
"Makanya Kuat atau siapa, Pak Jaksa tanya jangan cepat-cepat saya tidak tangkap, saya tidak paham, bagus itu terus terang. Dia enggak ngerti apalagi masalah hukum, itu harus disadari oleh semua pihak," jelas Romli.
Kuat Ma'ruf melaporkan hakim Wahyu ke Komisi Yudisial (KY) beberapa waktu lalu. Romli mengatakan KY bisa berembuk dengan Mahkamah Agung (MA) untuk menindaklanjuti laporan Kuat Ma'ruf. Menurut dia, Hakim Wahyu telah melanggar kode etik dan bisa mendapat sanksi administratif.
"Akhirnya dia bisa dicopot jadi hakim. Masa sudah melanggar kode etik harus tetap pimpin sampai selesai, kan enggak bisa. Harus ada sanksi," ujar Romli.