Home Ekonomi Nelayan Kecil Terpukul Harga BBM, Jumlah Tangkapan Menurun

Nelayan Kecil Terpukul Harga BBM, Jumlah Tangkapan Menurun

Jakarta, Gatra.com – Krisis kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) pada Juli lalu rupanya tak hanya berimbas pada kehidupan ekonomi di darat. Nelayan-nelayan kecil di perairan wilayah ikan tangkap juga sempat mengalami derita serupa.

Hal itu berakibat pada menurunnya kegiatan penangkapan ikan. Menurut catatan Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Muhammad Zaini, hanya terbit sebanyak 1.915 Surat Persetujuan Berlayar (SPB) per unit pada Juli 2022. Sebulan sebelumnya ketika harga BBM belum naik, angkanya mencapai 4.499 SPB per unit.

“Jadi drop. Jadi sekarang banyak kapal-kapal yang punya izin ini ada di pelabuhan-pelabuhan semua. Dia tidak melakukan penangkapan karena mahalnya BBM. Kalau ini dipaksakan, akan terjadi kerugian,” ujar Zaini dalam pemaparan capaian kinerja KKP Semester I 2022 pada 28 Juli lalu.

Kondisi tersebut berbuntut pada menurunnya jumlah produksi. Capaian produksi pada bulan Juli merosot tajam hingga 12.462.504 kilogram (kg). Angka tersebut menunjukkan kemerosotan hampir setengahnya dari sebulan sebelumnya yang mencapai 22.490.860 kg.

Tak berhenti sampai di situ, situasi runyam tersebut juga berefek pada peningkatan harga ikan di pasaran. Kenaikan harga tersebut disebabkan oleh menyurutnya jumlah ikan di dalam negeri.

Angka Nilai Tukar Nelayan (NTN) pun tak luput dari hantaman krisis BBM tersebut. NTN dari bulan Juni ke Juli mengalami penurunan sebesar 0,4%. Pada bulan Juni, angka NTN mencapai 107,42, sebulan kemudian turun menjadi 106,96.

Di sisi lain, kata Zaini, sisi ekspor pun tak bisa berbuat banyak. Pasalnya, kata dia, permintaan ikan dari luar negeri juga menurun karena sejumlah negara juga sedang mengalami krisis pendapatan, seperti di Amerika Serikat atau negara-negara Eropa.

“Makanya kenaikan BBM ini sangat-sangat memukul, baik untuk usaha besar ataupun nelayan-nelayan kecil,” ujar Zaini.

Walau begitu, kata Zaini, nelayan-nelayan kecil sejatinya masih sempat bernapas lega lantaran mereka masih diperbolehkan menggunakan BBM bersubsidi di mana harga solar masih di kisaran Rp5.000-an per liter dan pertalite Rp7.000-an per liter.

Hanya saja, kata Zaini, permasalahan utamanya bukan terletak pada harga BBM, melainkan ketersediaannya. Untuk itu, kala itu Zaini mengupayakan kerja sama dengan Kantor Staf Presiden (KSP) dan Pertamina. Tujuannya adalah membuat kesepakatan agar nelayan-nelayan kecil bisa menekan pengeluaran untuk BBM. “Kita juga harus penuhi stok BBM untuk nelayan kecil,” imbuhnya.

Seberapa parah dampak kenaikan harga BBM bagi nelayan-nelayan kecil? Koordinator Nasional Destructive Fishing Watch, Moh Abdi Suhufan, menyatakan bahwa kondisi tersebut berdampak besar pada produktivitas nelayan kecil lantaran biaya BBM memakan porsi 70% dari total biaya operasional mereka.

“Bagi nelayan kecil hal tersebut sangat memukul karena berdampak pada menurunnya kemampuan membeli BBM dan terbatasnya waktu operasi,” kata Abdi kepada Gatra.com, Jumat, (9/12).

Tak hanya terbatas dari segi waktu, lanjut Abdi, kondisi krisis BBM tersebut juga berdampak pada terbatasnya daya jelajah di fishing ground. Hal inilah, kata dia, yang menjadi sebab capaian produksi hasil tangkap nelayan mengalami kemerosotan.

Selain itu, hal ini pulalah yang menjadi biang kerok mengapa NTN sempat mengalami penurunan sebesar 0,4%. “Biaya BBM lebih besar dari hasil tangkapan,” kata Abdi.

Seperti diketahui, harga BBM khusus atau non-subsidi mengalami kenaikan pada Juli lalu. Pihak Pertamina menyebut bahwa penyesuaian harga tersebut dilakukan karena menimbang-nimbang melonjaknya harga minyak Indonesian Crude Price (ICP).

Kala itu, harga ICP menyentuh angka US$117,62 per Juni 2022. Angka tersebut lebih tinggi sekitar 37% dari harga ICP pada lima bulan sebelumnya. Hal ini menyebabkan BBM seperti Pertamax Turbo, Pertamina Dex, dan Dexlite mengalami kenaikan harga.

191