Jakarta, Gatra.com – Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) telah disahkan oleh DPR pada Selasa (6/12). Pengesahan ini masih menuai pro-kontra di kalangan masyarakat, karena dinilai masih banyak pasal yang perlu didiskusikan ulang.
Lantas bagaimana tanggapan Kejaksaan Agung (Kejagung) soal KUHP anyar yang menggantikan KUHP lawas warisan era pemerintahan kolonial Belanda tersebut?
“Apa tanggapan soal RKUHP? Kalau RKUHP engga saya jawab, karena belum dilaksanakan,” kata Ketut Sumedana, Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung dalam acara saresehan Puspenkum Kejagung dengan awak media massa di Kejagung, Jakarta, Kamis (8/12).
Baca Juga: KUHP Baru Disahkan, Ruang Kebebasan Berpendapat Publik Dinilai Makin Sempit
Ia menjelaskan, pihaknya tidak bisa mengomentari karena selaku lembaga pelaksanaan undang-undang, terlebih waktu pertanyaan tersebut disampaikan, RUU ini belum disahkan. Namun pascadisahkan, selaku pelaksana undang-undang (UU), tertunya siap melaksanakan UU.
“Selaku pelaksana undang-undang, selalu taat pada undang-undang, yang pasti sebagai pelaksana undang-undang enggak mungkin tidak melaksanakan undang-undang kalau itu sudah diberlakukan,” ujarnya.
Dalam kesempatan tersebut, Ketut menyampaikan, sinergi dengan media merupakan keniscayaan. Pasalnya, sebagus apapun kinerja suatu lembaga atau institusi, tidak akan diketahui masyarakat kalau tidak ada publikasi.
Ketut mengungkapkan, tingkat kepercayaan publik terhadap Kejaksaan terus meningkat pada tahun 2022. Teranyar dari hasil survei LSI yang dirilis pada November lalu. Ini salah satunya tidak lepas dari penyampaian informasi oleh media massa.
“Dari tingkat kepercayaan masyarakat yang dahulunya hanya sekitar 56,6 ketika Pak Jaksa Agung masuk, naik 6,5, selanjutnya menjadi 7,5 dan sekarang sudah 77%,” katanya.
Ia menyampaikan, berdasarkan hasil sigi lembaga survei, tingkat kepercayaan publik atau masyarakat kepada Kejaksaan paling tinggi di antara lembaga hukum lainnya.
“Saya harapkan kita bisa pertahanan terus menerus dan kalau bisa kita tingkatkan,” ucapnya. Ia menambahkan, pihaknya juga mendapatkan sejumlah penghargaan dari berbagai lembaga, termasuk media.
Dalam kesempatan ini, juga menghadirkan dua pembicara. Pertama, praktisi jurnalisitik yakni wartawan senior Kompas TV dan akademisi pada Fakultas Ilmu Komunikasi (Fikom) Universitas Padjajaran (Unpada) Bandung, Abie Besman, dan kedua; Anggota Dewan Pers (Ketua Komisi Pemberdayaan Organisasi), Asmono Wikan.
Abie menyampaikan, teknologi melahirkan dua sisi, yakni positif dan negatif, tak terkecuali terhadap industri media. Fungsi media massa tidak sekuat sebelumnya. Namun yang harus dipunyai media adalah kepercayaan.
“Yang dijual media adalah kepercayaan. Begitu kita bisa membuat publik percaya, maka kita sudah menguasai industri,” katanya.
Sementara itu, Asmono ketika dimintai pandangan soal boleh tidaknya mengutip pernyataan nara sumber dari akun media sosialnya karena tak sedikit pejabat menyampaikan informasi melalui media sosial misalnya Mahfud MD, menyampaikan, pertama harus memastikan akun itu benar milik orang dimksud. Untuk memastikannya, kembali ke proses kode etik jurnalistik bahwa semua informasi harus diverifikasi.
Baca Juga: Kapolri: Pelaku Bom Bunuh Diri Bawa Kertas Bertuliskan RKUHP
“Sekarang di antara kompetisi daring bergegas itu bagaimana kita menciptakan suatu karya jurnalistik yang cepat tapi akurat. Apa kita bisa menjeda sejenak dengan klarifikasi,” katanya.
Ia mengingatkan bahwa berita-berita berkualitas saja tidak cukup karena harus memenuhi ketentuan atau kaidah yang berlaku. Pedoman siber mengatur kalau dalam kondisi sangat urgen atau mendesak boleh tidak terlebih dahulu mengonfirmasi atau konfirmasi dilakukan belakangan.
“Kalau misalnya urgensi tadi, saya masuk yang setuju. Tapi kalau tidak urgen banget, ada waktu untuk konfirmasi, boleh dicek [konfirmasi],” katanya.