Jakarta, Gatra.com-Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan penahanan terhadap enam tersangka perkara dugaan tindak pidana korupsi, salah satunya Bupati Bangkalan periode 2018-2013, R Abdul Latif Amin Imron. Ia dituding menerima hadiah atau janji oleh penyelenggara negara atau yang mewakili terkait lelang jabatan di Pemerintah Kabupaten Bangkalan, Jawa Timur.
Selain Abdul Latif, KPK juga menahan Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Aparatur Kabupaten Bangkalan Agus Eka Leandy (AEL), Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kabupaten Bangkalan Wildan Yulianto (WY).
Kemudian Kepala Dinas Ketahanan Pangan Kabupaten Bangkalan Achmad Mustaqim (AM), Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Kabupaten Bangkalan Hosin Jamili (HJ), serta Kepala Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja Kabupaten Bangkalan Salman Hidayat (SH).
"Terkait kebutuhan proses penyidikan, Tim Penyidik menahan para Tersangka, masing-masing selama 20 hari kedepan terhitung mulai tanggal 7 Desember 2022 sampai dengan 26 Desember 2022," kata Ketua KPK Firli Bahuri, Kamis (8/12) dini hari.
Perkara ini berawal daalam kurun waktu 2019 hingga 2022, saat Pemkab Bangkalan atas perintah Buapti membuka formasi seleksi pada beberapa posisi. Baik ditingkat Jabatan Pimpinan Tinggi (JPT) maupun promosi jabatan untuk eselon 3 dan 4.
Melalui orang kepercayaannya, Bupati kemudian meminta commitment fee berupa uang pada setiap ASN yang ingin terpilih dan lulus dalam seleksi jabatan tersebut. Pemberian itu diterima bupati melalui orang kepercayaan, jumlahnya pun bervariasi sesuai posisi jabatan yang diinginkan.
"Adapun ASN yang mengajukan diri dan sepakat untuk memberikan sejumlah uang sehingga dipilih dan dinyatakan lulus oleh Tersangka RALAI yaitu Tersangka AEL, Tersangka WY, Tersangka AM, Tersangka HJ, dan Tersangka SH," jelas Firli.
Baca juga: Dugaan Korupsi Bupati Bangkalan, KPK Nyatakan Ada 6 Tersangka
Untuk dugaan besaran nilai commitment fee tersebut dipatok mulai dari Rp50 juta sampai dengan Rp150 juta yang teknis penyerahannya secara tunai lewar orang kepercayaan Bupati.
"Selain itu diduga ada penerimaan sejumlah uang lain oleh Tersangka RALAI karena turut serta dan ikut campur dalam pengaturan beberapa proyek di seluruh Dinas di Pemkab Bangkalan dengan penentuan besaran fee sebesar 10% dari setiap nilai anggaran proyek," ungkap Firli.
Jumlah uang yang diduga telah diterima Bupati melalui orang kepercayaannya sejumlah sekitar Rp5,3 Miliar. Uang itu diperuntukkan bagi keperluan pribadi diantaranya untuk survey elektabilitas.
"Disamping itu, Tersangka RALAI juga diduga menerima pemberian lainnya diantaranya dalam bentuk gratifikasi dan hal ini akan ditelusuri dan dikembangkan lebih lanjut oleh Tim Penyidik," imbuh Firli.
Atas perbuatannya, Agus Eka Leandy, Achma Mustaqim, Wildan Yulinto , Hasan Jamili dan Salman Hidayat sebagai Pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Bupati R Abdul Latif Amin Imron sebagai Penerima melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo pasal 65 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Mengikuti Jejak Sang Kakak
Abdul Latif merupakan adik dari Fuad Amin Imron, politisi sekaligus mantan bupati Bangkalan dua periode (2003-2013) yang juga pernah ditangkap KPK karena perkara serupa. Pada Oktober 2015, Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi menjatuhkan vonis delapan tahun penjara kepada Fuad Amin.
Eks Bupati Bangkalan itu terbukti menerima suap dari Direktur PT Media Karya Sentosa, Antonius Bambang Djatmiko terkait pengurusan izin tambang di Bangkalan, Jawa Timur. Ia juga didakwa melakukan pencucian uang, serta denda Rp1 miliar.
Fuad Amin sempat ajukan banding, namun ditolak. Justru, Majelis Hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta memperberat vonis menjadi 13 tahun penjara. Ia sempat dipindahkan dari Lapas Sukamiskin ke Lapas Porong karena sakit pada Desember 2018.
Namun saat menjalani masa hukuman ia meninggal di Rumah Sakit Sutomo Surabaya, Jawa Timur pada 16 September 2019 di usia 71 tahun.