Jakarta, Gatra.com - Penyintas dan keluarga korban tragedi Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur menyambangi Bareskrim Polri untuk membuat laporan, namun laporannya kembali di tolak.
Pendamping Hukum Tim Gabungan Aremania (TGA) sekaligus Sekjen KontraS Andi Irfan mengatakan akan mengirimkan surat pengaduan masyarakat ke Bareskrim polri. Hal itu dilakukan pihaknya usai Bareskrim Polri menolak pembuatan laporan polisi baru dalam kasus Kanjuruhan.
"Sampai tadi sampai gelar konsul berakhir dari pihak kepolisian belum bisa menerima laporan dari kami," ujarnya kepada wartawan di Bareskrim Polri, Rabu (7/12).
Andi menilai penolakan yang dilakukan Bareskrim Polri terhadap laporan tersebut sangatlah tidak logis. Sebab, penolakan itu hanya didasarkan karena sudah ada laporan terkait dalam kasus Kanjuruhan.
Baca Juga: Keluarga Korban Kanjuruhan Temui Komnas HAM, Meminta Dibentuk Tim Penyelidikan Ad Hoc
"Pak Karo Wassidik menyampaikan sudah ada laporan B dan laporan A berarti tidak perlu ada laporan baru, itu kan tidak logis," ujarnya.
"Tidak ada alasan substansial yang disampaikan hanya alasanya opini yang menurut kami itu sangat subjektif dan tidak menunjukan profesionalitas dan akuntabilitas polisi dalam menegakan keadilan," sambungnya.
Andi mengaku pihaknya berencana membuat pengaduan masyarakat (dumas) yang ditujukan kepada Kabareskrim Komjen Agus Andrianto dan Karo Wassidik Brigjen Iwan Kurniawan.
Rencananya surat dumas tersebut bakal diserahkan secara langsung pada Rabu (7/12) besok.
"Karena itu kami ambil inisiatif, besok kami buat surat pengaduan masyarakat, kami tujukan kepada Kabareskrim dan Karo Wassidik menyangkut apa saja hal-hal yang menghambat dalam proses penyelidikan dan penyidikan," katanya.
Sebelumnya TGA mendatangi Bareskrim Polri untuk membuat laporan terkait tragedi Kanjuruhan yang telah menewaskan ratusan korban.
Pendamping Hukum TGA Anjar Nawan Yusky menjelaskan hal itu sengaja dilakukan pihaknya lantaran laporan model A yang dibuat polisi dalam kasus tersebut dirasa tidak mengakomodir perspektif korban.
Pertama tentang tindak pidana yang mengakibatkan orang mati dengan Pasal 338 dan 340 KUHP tentang pembunuhan dan pembunuhan berencana.
Baca Juga: Bantu Ungkap Tragedi Kanjuruhan, LPSK Beri Perlindungan Terhadap 18 Saksi Korban
Klaster kedua ada korban luka, akan dilaporkan dengan Pasal 351, 353, dan 354 KUHP tentang penganiayaan berat yang mengakibatkan luka.
Klaster ketiga tentang tindak pidana kekerasan terhadap anak, dalam Pasal 76c Jo Pasal 80 UU RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan UU RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Tragedi di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jatim terjadi pada Sabtu malam, (1/10). Insiden terjadi usai pertandingan Arema FC vs Persebaya Surabaya. Aremania turun ke lapangan setelah Arema dinyatakan kalah dengan skor 2-3.
Tindakan Aremania membuat aparat kepolisian di lokasi mengambil langkah-langkah. Salah satunya, tembakan gas air mata yang memicu kepanikan penonton dan berdesakan mencari pintu keluar. Akibatnya, 135 orang tewas rata-rata karena sesak napas. Total keseluruhan korban Kanjuruhan ada 794, luka ringan ada 586, 50 luka sedang, dan 23 luka berat.
Baca Juga: Minta Keadilan, Korban Kanjuruhan Datangi Bareskrim Polri
Atas tragedi tersebut sebanyak enam orang ditetapkan tersangka dalam insiden maut itu. Keenam tersangka saat ini ditahan di Rutan Polda Jawa Timur. Para tersangka itu tiga sipil dan tiga anggota polisi. Mereka ialah:
Tiga warga sipil dijerat Pasal 359 dan atau Pasal 360 KUHP dan atau Pasal 103 ayat (1) jo Pasal 52 Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2022 tentang Keolahragaan. Sedangkan, tiga anggota polisi dijerat Pasal 359 dan atau Pasal 360 KUHP.