Jakarta, Gatra.com - Rapat Paripurna DPR-RI hari ini resmi mengesahkan Rancangan Undang-undang Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RUU KUHP) menjadi Undang-undang (UU). Meski banyak penolakan datang dari berbagai kalangan masyarakat sipil, pemerintah mengaku maklum terhadap berbagai gugatan yang bakal dilayangkan ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM), Yassona Laoly mengaku tidak heran terhadap gugatan atas pengesahan RUU KUHP.
"KUHP saja yang sudah berlaku ratusan tahun ini ada yang gugat di Mahkamah Konstitusi (MK)," kata Yassona dalam konferensi pers di Komplek Parlemen usai menghadiri Rapat Paripurna Pengesahan RUU KUHP, Selasa (6/12).
Menurutnya, gugatan terhadap Undang-undang oleh masyarakat sipil adalah sesuatu yang sah berdasarkan mekanisme konstitusional. Bahkan, dengan gugatan dan uji materil pasal-pasal yang dianggap bermasalah, kata dia, menandakan pemahaman soal hukum di masyarakat semakin membaik.
"Jadi itu sah Pilihan konstitusi kita gunakan jalur itu (judicial review)," terang Yassona.
Kitab Yang Tidak Sempurna
Sementara itu, Ketua Komisi III DPR-RI, Bambang Wuryanto alias Bambang Pacul mengakui beleid tersebut memang bukan kitab hukum yang sempurna.
"Kami tidak mengatakan ini pekerjaan sempurna. Karena ini produk dari manusia tidak akan pernah sempurna," katanya dalam kesempatan yang sama.
Karena itu, Bambang menyatakan bila ada pihak yang keberatan dengan UU KUHP dipersilahkan untuk mengajukan penolakan secara hukum melalui Judicial Review di Mahkamah Konstitusi. Bambang menekankan agar kritik dan penolakan terhadap UU KUHP tidak perlu dilakukan melalui aksi demonstrasi.
"Kita berkeinginan baik, dikau juga berkeinginan baik. Jika ada yang masih keberatan silahkan mengajukan ke MK," tuturnya.
Sah Jadi Undang-Undang Meski Ditentang Publik
Seperti diketahui, meski ditentang oleh banyak orang, pemerintah telah mengesahkan RUU KUHP menjadi undang-undang pada Selasa (06/12). Pemerintah telah menyerahkan draf RUU KUHP kepada DPR pada 6 Juli 2022 lalu untuk dilakukan pembahasan lebih mendalam sebelum kemudian disahkan.
Adapun dalam UU KUHP yang disahkan tedapat 37 Bab dan 627 pasal. Beberapa pasal kontroversial yang ditentang publik antara lain Pasal 218 ayat 1 dan 2 yang berisi Penghinaan terhadap Presiden; Pasal 192 dan 193 ayat 1 dan 2 yang berisi tentang makar; Pasal 349 hingga 350 mengenai penghinaan lembaga negara; Pasal 256 mengenai pidana demo tanpa pemberitahuan; dan Pasal 263 ayat 1 mengenai berita bohong.