Jakarta, Gatra.com - Mantan Kepala Biro Pengamanan Internal (Karo Paminal) Hendra Kurniawan mengaku sempat menghadap Kapolri Listyo Sigit Prabowo, terkait kasus pembunuhan Brigadir J. Hendra pun mengatakan, perintah untuk menghadap itu disampaikan oleh Mantan Kepala Biro Provos (Karo Provos) Benny Ali.
"Saya dipanggil sama Pak Benny, diperintah untuk menghadap Kapolri, pimpinan Polri. Terus saya berdua menghadap Pak Kapolri, dengan Pak Benny Ali," jelas Hendra Kurniawan, dalam persidangan Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (6/12).
Hendra mengatakan, saat ia turun ke lantai bawah ketika hendak menghadap Kapolri, ia pun bertemu dengan Ferdy Sambo. Namun, setelah pertemuan itu, Hendra dan Benny pun bergeser ke ruang transit tamu pimpinan Polri untuk segera menghadap Kapolri.
Hendra mengatakan, ketika mereka berdua menghadap, Kapolri pun lebih dahulu melontarkan sejumlah pertanyaan pada Benny Ali. Di situlah, menurut Hendra, Benny Ali menjelaskan sejumlah poin mengenai pembunuhan tersebut.
"Ketika saya menghadap di sana, di ruang transit tamunya pimpinan Polri itu, ditanya sama beliau, (tapi) Pak Benny dulu ditanya, diceritakan tentang kejadian tersebut, tembak-menembak, terjadinya pelecehan, dijelaskanlah di situ, karena Pak Benny sudah bertemu dengan Bu PC," jelasnya.
Hendra kemudian mengatakan bahwa Kapolri memberi mereka berdua satu perintah. Menurutnya, saat itu Kapolri meminta pihaknya untuk tetap menangani perkara pembunuhan Brigadir J itu secara profesional.
"Pada saat itu, perintah Kapolri cuma satu, 'Ya sudah, ditangani secara profesional dan prosedural, sekali pun kejadiannya di kediaman Kadiv Propam'," tutur Hendra.
Tak hanya itu, Hendra mengatakan bahwa Kapolri juga sempat bertanya kepadanya mengenai kebenaran di balik dugaan kasus pelecehan seksual yang menimpa Putri Candrawathi.
"Pak Kapolri tanya, 'Ini kan kasusnya seperti ini, terkait pasal pelecehan seksual, bagaimana ini? (Ada) pertanyaan dari publik'. Saya jawab, 'Yang tahu Pak FS," kata Hendra, dalam persidangan itu.
Akhirnya, kata Hendra, Kapolri pun memutuskan untuk menyudahi percakapan mereka saat itu, dan mengatakan bahwa ia akan memanggil Ferdy Sambo kemudian. Setelah itu, barulah mereka keluar dari ruang transit tadi, dan bertemu Sambo yang baru hendak masuk ke ruangan tersebut.
Hendra mengatakan, setelah keluar, ia pun menunggu kemungkinan adanya perintah lanjutan dari Kapolri, di ruangan Koordinator Asisten Pribadi (Korspri). Pasalnya, menurut Hendra, saat itu perintah yang diberikan Kapolri pada keduanya masih belum final.
Namun, setelah kurang lebih 20 menit berlalu, Ferdy Sambo keluar dari ruang transit tamu pimpinan Polri. Mantan Kadiv Propam itu pun kemudian mengatakan padanya dan Benny Ali untuk kembali bertemu di Biro Provos Propam Polri.
Di sanalah, Ferdy Sambo mengatakan pada Hendra dan Benny beserta sejumlah anggota Polri lainnya terkait peristiwa yang terjadi di rumah dinasnya di Kompleks Polri Duren Tiga. Ia juga sempat menyinggung mengenai peristiwa pelecehan yang menimpa sang istri, Putri Candrawathi.
"Dijelaskan bahwa, 'Ini percuma saya punya pangkat, jabatan, kalau harkat martabat, kalau kehormatan saya hancur oleh Almarhum'," ujar Hendra.
Selain itu, ia juga bersaksi bahwa saat itu Sambo menceritakan kepada mereka mengenai pemanggilan yang Kapolri tujukan kepadanya. Ia menyampaikan, Kapolri sempat menanyainya mengenai keterlibatan Sambo dalam penembakan tersebut.
"(Sambo bilang), 'Saya sudah menghadap Kapolri, ditanya Kapolri cuma satu, 'Kamu nembak enggak, Mbo?'. Itu Sambo, dia jawab, 'Saya tidak nembak, Jendral. Kalau saya nembak, pecah pasti kepalanya'. kemudian, (Sambo juga bilang) kalau, 'Kalau saya nembak, enggak mungkin saya selesaikan di situ (rumah saya)," ujar Hendra, sebagaimana ia katakan dalam persidangan tersebut.