Jakarta, Gatra.com - Kepala Badan Pangan Nasional (National Food Agency/NFA) Arief Prasetyo Adi buka suara soal lonjakan signifikan harga telur ayam ras di akhir tahun ini. Ia mengakui masih ada sejumlah oknum peternak dan pedagang menjual telur ayam ras di atas harga acuan penjualan (HAP). Menurutnya, hal itu menjadi aji mumpung saat permintaan melonjak seperti saat ini. Diketahui harga rata-rata telur ayam ras di Jakarta sudah tembus Rp30.000 per kilogram.
"Biasanya peternak, pedagang memang mengambil keuntungan lebih saat permintaan tinggi sedangkan ketersediaan terbatas," kata Arief melalui pesan aplikasi Whatsapp kepada Gatra.com, Jumat (2/12).
Adapun dalam Peraturan Badan Pangan Nasional Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2022 menetapkan HAP telur ayam di tingkat produsen (peternak) bekisar Rp22.000-Rp24.000 per kilogram. Sementara HAP pedagang sebesar Rp27.000 per kilogram.
Ihwal maraknya oknum memainkan harga telur, Arief pun mengaku telah menyebarkan surat edaran untuk menghimbau para peternak dan pedagang mematuhi aturan HAP menjelang hari raya Natal dan Tahun Baru 2023. Surat itu, kata Arief dibuatnya pada 11 November 2022 sebelum harga telur naik signifikan. Menurutnya, saat ini pihaknya masih terus melakukan pendekatan secara baik-baik kepada seluruh peternak untuk mematuhi HAP.
"Masih kami imbau dengan pendekatan yang baik," ujarnya.
Ia memastikan bahwa HAP jagung, telur dan ayam melalui Peraturan Badan Pangan Nasional Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2022 tidak akan membuat produsen dalam hal ini peternak dan petani merugi. Pasalnya, dalam perumusan beleid tersebut, Arief menegaskan telah melibatkan seluruh pihak mulai dari Kementerian/Lembaga terkait, Pemerintah Daerah penghasil sentra jagung dan telur, hingga asosiasi peternak dan pedagang pasar. Ia mengaku selama ini pihaknya selalu melibatkan dan merangkul para peternak dalam urusan stabilisasi harga telur baik di tingkat produsen maupun konsumen.
"Ini sudah kesepakatan kita semua dengan pelaku usaha," terang Arief.
Sementara itu, Ketua Presidium Pinsar Petelur Nasional, Yudianto Yosgiarso mengatakan bahwa para asosiasi dan koperasi peternak yang tergabung dalam Rumah Bersama siap membantu pemerintah menstabilkan harga telur ayam. Khususnya di wilayah DKI Jakarta dan sekitarnya.
Kepada Gatra.com, pria yang akrab disapa Yudi ini mengungkapkan bahwa kenaikan harga telur yang signifikan saat ini disebabkan ulah para peternak besar dan oknum pasar yang sengaja menggoreng harga. Menurutnya, mereka kerap melanggar aturan HAP yang ditetapkan pemerintah.
"Di Jawa Barat, ada peternak besar yang jual di atas Rp29.400 per kilogram. Padahal mereka dekat mensuplai ke Jakarta yang menjadi pusat pasarnya," kata Yudi saat dihubungi Gatra.com.
Ulah kartel peternak dan oknum pengepul telur tersebut, kata Yudi menyebabkan kecemburuan di antara peternak rakyat. Pasalnya, selama ini para peternak rakyat yang tergabung dalam asosiasi maupun koperasi telah berupaya menaati aturan pemerintah menerapkan HAP di kisaran Rp22.000-Rp24.000 per kilogram.
Karena itu, sebagai langkah menekan tindakan menggoreng harga yang dilakukan peternak besar dan spekulan pasar, para peternak yang berasal dari Pinsar Petelur Nasional (PPN), Pinsar Indonesia (PI), PPRN, Koperasi Pinsar Petelur Nasional, Koperasi Peternak Petelur Lampung, Koperasi Kendal, Koperasi Putra Blitar dan Koperasi Srikandi Blitar bergabung dalam Rumah Bersama sepakat membanjiri pasar telur di Jabodetabek dengan harga Rp27.500 per kilogram.
"Kami mengambil jalan tengah, kami kompak menjual per hari ini Rp27.500 per kilogram untuk melawan yang jual lebih mahal. Sehingga harga ini terkendali dulu," terangnya.
Meskipun harga tengah yang diambil asosiasi untuk melawan oknum peternak dan pedagang masih di atas HAP, menurut Yudi angka Rp27.500 per kilogram sudah sangat adil bagi para peternak kecil dari berbagai daerah untuk bisa mensuplai ke Jakarta.
"Artinya, Rp27.500 ini bukan sebuah perlawanan, tetapi justru kita prihatin dan berusaha supaya harga itu stabil," tuturnya.
Kendati, Yudi tak memungkiri bahwa sebenarnya HAP telur ayam sebesar Rp22.000-Rp24.000 per kilogram sudah tidak relevan dengan kondisi saat ini. Ditambah harga BBM naik dan segala ketidakpastian ekonomi global membuat biaya produksi peternak ikut terkerek. Namun, Yudi menegaskan para peternak tidak akan menuntut kenaikan HAP ini dalam waktu dekat.
"Saat ini kami nggak akan mendorong pemerintah untuk segera melakukan perubahan. Kami sekarang fokus menggalang kekompakan untuk melawan kelompok peternak dan pedagang yang menggoreng harga telur naik," imbuhnya.