Jakarta, Gatra.com - Proses penegakan hukum kasus Bechi berlangsung sangat panjang. Wakil ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Edwin Partogi menyatakan bahwa penanganan perkara telah melalui proses P-19 sebanyak tujuh kali, sejak dilaporkan.
"Kasus ini dari Polres diambil alih Polda dengan alasan perkara ini memicu situasi gangguan keamanan ketertiban masyarakat yang tidak kondusif. Sepeti apa? Karena ada pertentangan, gejolak, demobstrasi, unjuk rasa, untuk mendukung pelaku," terangnya dalam konferensi pers yang digelar LPSK di Kantor LPSK, Kamis (1/12).
Selain itu, pada awal kasus ini muncul dan korban menyatakan pengakuannya. Edwin menyebut bahwa ada upaya pengaburan fakta yang dilakukan. Desakan pencabutan laporan kepada korban juga dilakukan oleh pihak pelaku.
Baca Juga: Bawa-bawa Istri, Gus Bechi: Saya Akan Berjihad!
"Mereka mengatakan bahwa ini adalah kriminalisasi, ini adalah fitnah, segala macam. Korban sampaikan bahwa mereka juga dipaksa, didesak untuk mencabut laporan. Itu situasi yang real kita hadapi dalam kasus kekerasan seksual yang melibatkan tokoh masyarakat," paparnya.
Ia mengatakan bahwa ada upaya memutarbalikkan fakta, mendistorsi informasi serta membalikkan situasi yang dilakukan oleh pelaku yang menyebarkan narasi bahwa korban menggoda terlebih dahulu.
Selain itu selama proses penyidikan, Edwin menyebutkan bahwa ada orang yang datang ke korban dan melakukan pengancaman secara langsung, dan hal itu membawa ketakutan dalam diri korban.
Baca Juga: Penuturan Korban Bechi, Telanjang untuk Menghayati Ilmu Metafakta
Salah seorang saksi korban terlindung LPSK, M, mengaku bahwa saat ia menyampaikan kejadian yang menimpanya, korban justru mendapatkan intimidasi.
"Pada waktu saya menyampaikan kejadian saya, saya bersuara, saya didatangi banyak bapak-bapak, dipaksa meminta maaf kepada terdakwa," ungkapnya.
Menurut Edwin, ada tuduhan melakukan fitnah, namun M mengatakan bahwa apa yang menimpanya benar-benar terjadi. Hal ini membuatnya ketakutan dan akhirnya pergi dari pondok.
"Mereka mengatakam bahwa ‘saya sudah melakukan fitnah, namun saya katakan ke mereka saya tidak fitnah, kejadian yang saya alami memang benar-benar terjadi’. Saya ketakutan karena mereka terus mencecar saya, setelah itu saat itu juga saya kabur dari pondok," kata Edwin menirukan pengakuan korban.
Ia juga menceritakan bahwa banyak korban yang dibungkam dan tidak ada yang berani bersuara atau melapor. Ia menyebut bahwa saat menghubungi beberapa korban untuk dimintai tolong sebagai saksi, tidak ada yang berani untuk berbicara.
Baca Juga: Gus Bechi Menantang, Polisi Serbu Pesantren Shiddiqiyyah, Mak Klutik
"Saat saya menghubungi beberapa korban meminta tolong untuk jadi saksi, itu tidak ada yang berani. Semua takut," ucapnya.
Edwin menambahkan bahwa M merupakan salah seorang korban yang berani bersaksi dalam kasus yang melibatkan Anak kiai Jombang Moch Subchi Azal Tsani (MSAT) alias Bechi. Pemberian keterangan para saksi dan korban saksi berkontribusi membuktikan bahwa Bechi dinyatakan bersalah.
Terdakwa divonis dengan hukuman pidana tujuh tahun penjara dalam kasus pencabulan terhadap santriwati.
Pada Kamis (17/11) lalu, ketua majelis hakim Pengadilan Negeri Surabaya menyatakan Bechi terbukti melakukan perbuatan menyerang kesusilaan sebagaimana pasal 289 Kitab Undang-Undang Hukun Pidana (KUHP) juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981. Putusan itu lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang menuntut Bechi dengan hukuman 16 tahun penjara. JPU juga menggunakan pasal yang berbeda yakni pasal 285 KUHP tentang pemerkosaan.