
Jakarta, Gatra.com - Mahkamah Konstitusi memutuskan mantan terpidana korupsi dilarang mencalonkan diri dalam pemilihan legislatif hingga lima tahun setelah selesai menjalani hukuman penjara. Masa lima tahun dianggap cukup bagi caleg yang merupakan mantan terpidana korupsi untuk melakukan introspeksi diri dan beradaptasi dengan masyarakat.
"Amar putusan. Mengadili, mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian," ujar Hakim Ketua Mahkamah Konstitusi, Anwar Usman dikutip dari Youtube Mahkamah Konstitusi, Rabu (30/11).
Anwar menyatakan norma dalam Pasal 240 ayat (1) huruf g Undang-undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6109) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945.
Mahkamah juga menilai ketentuan norma Pasal 240 ayat (1) huruf g UU 7/2017 yang mengatur persyaratan mantan terpidana yang akan mencalonkan diri menjadi anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota telah terbukti terdapat persoalan konstitusionalitas norma yang bertentangan dengan ketentuan Pasal 28J UUD 1945.
Sebelumnya pada pasal 240 ayat 1 huruf g berbunyi :
Tidak pernah dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara lima tahun atau lebih kecuali secara terbuka dan jujur mengemukakan kepada publik bahwa yang bersangkutan mantan terpidana.
Adapun MK mengubah persyaratan calon anggota DPR, DPRD provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota adalah sebagai berikut;
- Tidak pernah sebagai terpidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih, kecuali terhadap terpidana yang melakukan tindak pidana kealpaan dan tindak pidana politik dalam pengertian suatu perbuatan yang dinyatakan sebagai tindak pidana dalam hukum positif hanya karena pelakunya mempunyai pandangan politik yang berbeda dengan rezim yang sedang berkuasa
- Bagi mantan terpidana, telah melewati jangka waktu 5 (lima) tahun setelah mantan terpidana selesai menjalani pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dan secara jujur atau terbuka mengumumkan mengenai latar belakang jati dirinya sebagai mantan terpidana
- Bukan sebagai pelaku kejahatan yang berulang-ulang
Selain itu, dalam pembacaan putusan Perkara Nomor 87/PUU-XX/2022 itu Mahkamah mengakui bahwa dalam hal syarat bukan sebagai pelaku tindak pidana secara berulang-ulang, fakta empirik menunjukkan terdapat beberapa calon kepala daerah yang pernah menjalani pidana dan tidak diberi waktu yang cukup untuk beradaptasi dan membuktikan diri telah secara faktual melebur dalam masyarakat ternyata terjebak kembali dalam perilaku tidak terpuji, bahkan mengulang kembali tindak pidana yang sama (in casu secara faktual khususnya tindak pidana korupsi).
Menurut Majelis Hakim MK, fakta itu menunjukkan makin jauh dari tujuan menghadirkan pemimpin yang bersih, jujur, dan berintegritas.
"Norma Pasal 240 ayat (1) huruf g UU 7/2017 telah ternyata tidak sejalan dengan semangat yang ada dalam persyaratan untuk menjadi calon kepala daerah sebagaimana yang diatur dalam norma Pasal 7 ayat (2) huruf g UU 10/2016 sebagaimana telah dilakukan pemaknaan secara konstitusional bersyarat oleh Mahkamah," kata Majelis Hakim MK.