Jakarta, Gatra.com - Cemaran zat beracun etilen glikol (EG) dan dietilen Glikol (DEG) dalam obat sirop diduga kuat menjadi penyebab kasus gagal ginjal akut yang mengakibatkan ratusan anak meninggal dunia. Tim Advokasi Untuk Kemanusiaan (TANDUK) saat ini sedang melakukan advokasi terhadap korban Gagal Ginjal Akut Pada Anak (GGAPA) dengan mengajukan gugatan perwakilan (Class Action) yang telah didaftarkan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan nomor perkara: 711/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst. Salah satu kuasa hukum, Tegar Yusuf, mengatakan bahwa proses hukum akan segera berjalan.
"Saat ini laporan sudah ada di sistem Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, sudah ada," katanya pada media briefing Update Kasus Gagal Ginjal Akut pada Anak yang diselenggarakan TANDUK di Jakarta, Rabu (30/11).
Tegar menyebutkan bahwa sidang perdana akan diadakan pada Selasa (13/12) mendatang. Ia turut mengatakan bahwa keluarga korban sudah menyatakan siap hadir di sidang perdana terkait kasus gagal ginjal akut.
Dalam kasus ini, TANDUK mewakili kelompok korban meninggal dan korban masih hidup. Saat ini, dampak keracunan dari konsumsi obat yang tercemar mengakibatkan korban hidup mengalami penyakit yang merusak organ dalam seperti masalah syaraf, hati, paru-paru, hingga malfungsi panca indera. Salah satu kuasa hukum, Ulung Purnama mengatakan bahwa saat ini, keterbukaan kasus menjadi hal yang penting.
"Dengan kita buka ke publik, masyarakat umum tahu, bahwa ini harus diperbaiki sistemnya. Ini juga bagian dari rangkaian peristiwa yang awalnya gagal ginjal akut kemudian tidak meninggal, efeknya penyakit lain, tidak bisa dipisahkan," katanya.
Tegar menyebutkan bahwa penyakit lain yang muncul dan diderita anak korban cemaran EG dan DEG merupakan satu kesatuan peristiwa. Berdasarkan apa yang terjadi di lapangan, ia mengatakan bahwa kondisi korban yang saat ini masih dirawat di rumah sakit maupun yang rawat jalan masih sangat buruk dan membutuhkan jaminan perawatan jangka panjang oleh pemerintah, dalam hal ini Kementerian Kesehatan (Kemenkes)
Atas dasar itu, Kemenkes melalui fasilitas kesehatan (faskes) harus menunjukkan komitmen dalam bentuk menjamin perawatan jangka panjang termasuk biaya, perawatan terbaik dan berbagai kemudahan akses dan administrasi untuk perawatan dan demi kepentingan terbaik korban.
"Ini antara statistik yang 0 kasus dengan kondisi di lapangan yang masih dirawat dan rawat jalan, jangan kemudian 0 kasus dijadikan alasan kasus ditutup. Ini mungkin karena (adanya) upaya tidak lagi beredar obat beracun. Tapi yang sedang dirawat, itu kasusnya belum selesai," kata Awan Puryadi, kuasa hukum lainnya.
Awan menegaskan bahwa kasus masih terus berjalan sebab korban yang bertahan hidup masih harus melakukan pengobatan demi kondisinya. Ia menilai bahwa kondisi korban ini mengharuskan pemerintah untuk bertanggungjawab penuh, mengawal dan menanggung semua proses perawatan gagal ginjal akut serta kerusakan organ lainnya termasuk syaraf maupun dampak jangka panjang lainnya secara berkelanjutan.