Jakarta, Gatra.com - Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular (P2PM) Kementerian Kesehatan dr. Imran Pambudi menyebut capaian target RI untuk bebas epidemi penyakit HIV (Human Indeficiency Virus) AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) pada 2030 masih belum optimal. Adapun pemerintah menargetkan pada 2030 RI bisa bebas infeksi HIV baru, bebas kematian terkait AIDS, dan bebas stigma diskriminasi.
Meskipun penurunan kasus infeksi baru HIV sepanjang 2010-2020 mengalami penurunan cukup signifikan, menurut Imran capaian masih jauh dari target yang ada. Terlebih, adanya pandemi Covid-19 membuat sejumlah program kesehatan yang dicanangkan mandek. Data Kemenkes mencatat pada 2020 angka infeksi baru HIV di Indonesia sebesar 26.730 kasus, turun 50% dibandingkan satu dekade sebelumnya yaitu pada 2010 sebanyak 52.990 kasus. Padahal target sebelumnya ditetapkan pada 2020 angka infeksi baru sebesar 14.000.
"Tapi dibandingkan dengan targetnya masih perlu upaya lebih kuat untuk mencapai target," ujar Imran dalam konferensi pers Hari AIDS Sedunia secara virtual, Selasa (29/11).
Imran menjelaskan bahwa penurunan angka infeksi baru HIV-AIDS selama satu dekade terakhir didorong oleh upaya pencegahan dan ekspansi pemberian terapi anti retroviral.
Diketahui bahwa pada 2030 jalur cepat yang ditempuh pemerintah untuk mengakhiri epidemi HIV-AID yaitu dengan menetapkan target indikator yang akan dicapai yaitu 95% orang dengan HIV (ODHIV) mengetahui status HIV-nya, 85% ODHIV diobati dan 95% ODHIV yang diobati mengalami supresi virus (95-95-95). Namun, Imran mengungkap bahwa data September 2022 capaian target (95-95-95) itu belum optimal. Angkanya baru mencapai 79-41-16.
Di sisi lain, sebagian besar wilayah RI memiliki prevelensi HIV sebesar 0,26%. Sementara di Papua dan Papua Barat prevelensi HIV AIDS lebih tinggi yakni mencapai 1,8%. Adapun kawasan ASEAN secara gabungan menyumbang 10% dari total kasus HIV AIDS di sekuruh dunia.
"Jadi kita perlu memberikan perhatian yang lebih banyak untuk papua dan papua barat terkait HIV AIDS," sebutnya.
Ia membeberkan sejumlah strategi pengendalain HIV AIDS yang dilakukan antara lain melalui promosi kesehatan, pencegahan, penemuan kasus dan penanganan kasus. Dalam upaya pencegahan, Imran mengatakan tidak hanya diperlukan intervensi tunggal, melainkan harus ada kombinasi pencegahan pada populasi kunci.
"Mulai dari pemberian kondom dan pelicin, skinning dan pengobatan IMS, alat suntik steril dan terapi rumatan meta dan sirkumsisi," jelasnya.
Selain itu, pencegahan infeksi HIV AIDS juga dilakukan dengan memberikan profilaksis pra dan pasca pajanan.
"Dalam hal ini kami masih dalam skala piloting untuk bisa mengetahui apakah pendekatan yang dilakukan sudah sesuai dan juga penerimanya seperti apa," ungkapnya.
Sementara untuk penanganan kasus, pemerintah menurut Imran mulai melakukan perbaikan untuk pengobatan HIV AIDS dan memperbarui obat-obatan yang digunakan. Adapun dalam hal promosi kesehatan, Imran menegaskan bahwa masyarakat perlu memahami bahwa penyakit HIV-AIDS merupakan penyakit menular yang masih bisa diobati.
"Apabila positif (HIV-AIDS) itu bukan akhir dari segalanya," imbuhnya.
Sebagai informasi Virus HIV alias Human Indeficiency Virus merupakan virus yang menyerang dan melemahkan sistem kekebalan tubuh manusia. Sementara AIDS adalah sindrom atau gejala penyakit karena menurunnya sistem kekebalan tubuh akibat infeksi HIV.