Jakarta, Gatra.com-Wacana impor beras yang digulirkan tiga lembaga negara yakni Bulog, Kementerian Pertanian, dan Badan Pangan Nasional berujung polemik. Sejumlah kalangan menilai, tidak satu suaranya ketiga lembaga itu soal stok beras jadi pemicu. Pemerintah diminta hati-hati dalam menyikapinya.
Pengamat Pertanian Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI), Khudori mengatakan opsi impor beras memtidak bisa dihindari. Terutama saat pengadaan dalam negeri tidak memungkinkan seperti saat ini.
"Kalau isu kualitas dan harga tidak ada solusi juga, ya tidak ada cara lain memang harus impor," ungkap Khudori dalam diskusi publik Pusat Kajian Pertanian Pangan dan Advokasi (PATAKA) secara virtual, Selasa (29/11).
Baca juga: Stok Makin Tiris, Bulog Sebut Impor Beras Sudah Di Depan Mata
Khudori menjelaskan, saat ini bukan waktu yang tepat memaksa Bulog menyerap dalam negeri. Musababnya, selain harga beras yang kepalang tinggi, ketersediaan di lapangan pun terbatas. Adapun harga beras medium di penggilingan pada Oktober 2022 rata-rata Rp10.043 per kilogram, diperkirakan naik menjadi Rp10.048 per kilogram pada November 2022, dan Rp10.071 per kilogram pada Desember 2022.
Sementara untuk beras premium di penggilingan, harga pada November 2022 diperkirakan sekitar Rp10.412 per kilogram dan Rp10.521 per kilogram pada Desember 2022. Melihat kondisi harga tersebut, ia menilai Bulog akan kesulitan berkompetisi dengan pelaku usaha lainnya dan berpotensi memicu kenaikan harga beras lebih tinggi.
"Mestinya konsentrasi Bulog bukan di hulu tapi di hilir, mengamankan (harga dan stok) di level konsumen," ujarnya.
Sebagai stabilisator pasokan dan harga, secara teori Bulog diperbolehkan untuk mengimpor apabila pengadaan dalam negeri tidak mumpuni. Kendati, Khudori menekankan pemerintah perlu berhati-hati sebelum mengimpor.
Baca juga: PIBC: Ancaman Krisis Beras, Pedagang Desak Pemerintah Segera Impor
Pemerintah, kata Khudori, harus benar-benar menghitung volume impor yang diperlukan. Jangan sampai berlebih ataupun kurang. Adapun Bulog mengaku telah menyiapkan sebanyak 500 ribu ton beras di sejumlah negara untuk didatangkan ke Indonesia. Selain itu, Khudori melanjutkan, apabila importasi dilakukan, Bulog juga harus bisa memastikan beras datang ke RI tepat waktu. Mengingat ketersediaan beras krusial jelang akhir tahun dan awal tahun.
"Kalau kita tidak bisa memastikan itu dan nanti impor itu datang justru panen raya, akhir Februari atau awal Maret itu akan menimbulkan mudarat," jelasnya.
Di sisi lain, Khudori juga mengingatkan pemerintah bahwa importasi beras juga perlu upaya khusus. Hal itu seiring kondisi pasar beras global yang tidak stabil. Ia menyebut kenaikan harga beras global saat ini sudah mencapai 26% dibandingkan tahun lalu. Angka tersebut tertinggi sejak Juni 2020. Kenaikan itu menurutnya dipicu pasokan global yang terhambat serta permintaan tinggi dari CIna dan Eropa.
Di sisi lain, India dan Vietnam yang mengambil pangsa pasar beras global hingga 53% ini pun, kata Khudori juga mengalami kendala produksi. Bahkan sejak 9 September 2022, India mengumumkan pelarangan ekspor broken rice dan menaikkan bea masuk 20% untuk sebagian jenis berasnya.
Baca juga: Pemerintah Impor Buah dan Beras, Mentan Sebut Hanya Orang Gila yang Masih Impor
Tindakan proteksi yang dilakukan otoritas India, menurut Khudori dipicu oleh perkiraan penurunan produksi beras India sekitar 5,6-6,7% atau sekitar 7,28 - 10 juta ton beras. Padahal, India diketahui pada 2021 menjadi eksportir beras terbesar dengan total yang dijual ke luar negeri mencapai 21,5 juta ton. Pembatasan ekspor beras oleh India menjadi indikator stok beras pasar global kian menipis. Sementara Vietnam dan Thailand sebagai alternatif sumber impor beras RI, kata dia, juga mengalami persoalan produksi akibat masalah cuaca.
"Jadi kalau kita belajar dari sini perlu hati-hati," imbuhnya.
Sebelumnya, wacana impor beras mencuat saat Direktur Utama Perum Bulog, Budi Waseso alias Buwas berterus terang pihaknya kesulitan melakukan penyerapan beras di dalam negeri. Keterbatasan stok dan harga yang semakin tinggi menjadi kendala yang dihadapi.
Buwas mengungkapkan dalam keputusan Rakortas 8 November 2022 lalu. Untuk menjaga ketahanan pangan, opsi importasi beras sudah disetujui pemerintah. Mengingat janji Kementerian Pertanian dan Kementerian Perdagangan yang akan menyuplai beras hingga 500 ribu ton untuk Bulog tak kunjung terealisasi.
"Sebenarnya sudah ada rakortas, saya tinggal melaksanakan saja ya," ungkap Buwas kepada wartawan usai menghadiri Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Kementerian Pertanian dan Komisi IV DPR-RI di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (23/11).