Jakarta, Gatra.com - Ketua Koperasi Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC), Zulkifli Rasyid mendesak pemerintah agar segera melakukan impor beras. Dorongan itu menyusul dari keluhan pedagang di PIBC yang mulai kesulitan mendapatkan stok beras.
"Kalau pemerintah tidak segera impor, jawabannya wassalam," ujar Rasyid dalam diskusi publik Pusat Kajian Pertanian Pangan dan Advokasi (PATAKA) secara virtual, Selasa (29/11).
Rasyid menilai opsi impor beras menjadi yang paling tepat saat ini. Musababnya, pasokan beras daerah pun sudah sangat serat, bahkan menurut dia hanya Bulog yang masih bisa mensuplai.
Baca Juga: Cadangan Beras Nasional Diprediksi Cukupi Masyarakat Hingga 4 Bulan ke Depan
Kendati, suplai beras dari Bulog juga memprihatinkan. Rasyid menyebut, sudah lebih dari satu pekan lalu dirinya meminta pasokan beras dari Bulog sebanyak 500 ton, namun baru terealisasi sebanyak 150 ton. Sementara, kebutuhan beras PIBC rata-rata mencapai 2.500 - 3.000 ton per hari.
"Jadi permintaan kami nggak bisa dicukupi oleh Bulog. Sementara beras dari daerah bisa dikatakan sudah tidak ada," ungkap Rasyid.
Ia mewanti-wanti, apabila pemerintah tidak segera menetapkan opsi impor, diperkirakan krisis pasokan dan harga beras akan terjadi di bulan Desember 2022 hingga Februari 2023.
Baca Juga: Debat Kusir Bulog dan Kementan Soal Pasokan Beras, Buwas: Jangan Cari Kambing Hitam
Kelangkaan beras seperti tahun 2017-2018, kata Rasyid, mungkin akan terjadi lagi di akhir tahun ini. Mengingat suplai dalam negeri yang rendah, sementara kebutuhan menjelang akhir dan awal tahun meningkat membuat harga beras terus melonjak.
Rasyid menyebut bahwa rata-rata harga beras medium di PIBC saat ini sudah menyentuh Rp9.200 per kilogram, padahal sebelumnya harga beras medium di PIBC hanya berkisar Rp8.300 - Rp8.500 per kilogram.
"Kalau pemerintah lalai dan abai dengan posisi sekarang, yang saya sangsikan jangan sampai terjadi seperti tahun 2017-2018. Datanya tidak akurat, lalu mengakibatkan semuanya fatal. Ini akan terjadi lagi sepertinya," ucapnya.
Rasyid menuding bahwa data surplus beras yang selama ini diklaim pemerintah tidak nyata. Menurut dia, apabila surplus seharusnya saat ini pedagang beras tidak kesulitan untuk mendapatkan pasokan. Karena itu, ia menegaskan bahwa impor beras saat ini bukan menjadi sesuatu yang salah.
"Kita boleh impor saat kita perlu, tapi kita tidak boleh impor saat kita panen dan beras berlebih. Yang kami tahu soal surplus adalah lebih, tapi kenyataannya stok beras berkurang dan menipis," imbuhnya.
Baca Juga: Wapres: Sektor Pertanian Kuatkan Pangan dari Ancaman Krisis
Berdasarkan data Perum Bulog, sepanjang Januari 2022 hingga hari (29/11) ini total penyerapan beras sebesar 934.082 ton. Sementara penyaluran untuk Ketersediaan Pasokan dan Stabilisasi Harga (KPSH) hingga Oktober 2022 mencapai 821 ribu ton.
Adapun sisa stok beras Bulog saat ini yang tersedia sebanyak 594 ribu ton. Apabila opsi impor dan penyerapan tidak memadai, maka diprediksi stok beras Bulog akan semakin menipis hingga di angka 399 ribu ton di akhir tahun 2022 ini karena peran stabilisator dan bansos Bulog tetap harus berjalan. Padahal stok ideal yang harus tersedia di gudang Bulog minimal di angka 1,2 juta ton.