Jakarta, Gatra.com – Hakim Agung Gazalba Saleh untuk sementara lolos dari penahanan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) setelah ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengurusan perkara di Mahkamah Agung (MA).
KPK belum dapat menahan Gazalba Saleh karena yang bersangkutan tidak memenuhi panggilan untuk menjalani pemeriksaan dalam kasus dugaan korupsi tersebut pada hari ini.
“Hari ini, KPK juga telah memanggil tersangka GS [Gazalba Saleh] dan kami telah menerima konfirmasi dari yang bersangkutan untuk dilakukan penjadwalan ulang,” kata Karyoto, Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK dalam konferensi pers virtual, Senin (28/11).
KPK meminta Gazalba Saleh berharap sikap kooperatif untuk hadir memenuhi panggilan tim penyidik pada waktu penjadwalan berikutnya yang suratnya segera dikirimkan.
Gazalba Saleh untuk sementara masih bisa menghirup udara bebas. Sementar dua orang koleganya di MA yang memenuhi panggilan KPK pada hari ini, yakni Panitera Pengganti pada Kamar Pidana, Prasetio Nugroho, dan Asisten Hakim Agung Gazalba Saleh, Redhy Novarisza, langsung dijebloskan ke tahanan.
“Sebagai kebutuhan dari proses penyidikan, tim penyidik menahan tersangka PN [Prasetio Nugroho] dan tersangka RN [Redhy Novarisza] dengan waktu masing-masing selama 20 hari pertama, dimulai tanggal 28 November 2022 sampai dengan 17 Desember 2022,” katanya.
KPK menahan tersangka Prasetio Nugroho di Rumah Tahanan (Rutan) KPK pada gedung Merah Putih. Sedangkan tersangka Redhy Novarisz ditahan di Rutan KPK pada Kavling C1 gedung ACLC.
KPK menetapkan Gazalba Saleh, Prasetio Nugroho, dan Redhy Novarisza sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengurusan perkara di MA setelah mengantongi bukti permulaan yang cukup.
Penetapan Hakim Agung Gazalba Saleh dkk tersebut merupakan hasil dari pengembangan penyidikan kasus dugaan korupsi pengurusan perkara di MA yang sebelumnya melilit hakim agungSudrajad Dimyati bersama 9 tersangka lainnya.
Ia menjelaskan, kasus dugaan korupsi yang membelit Gazalba Saleh dkk ini berawal pada tahun 2022. Berawal dari adanya perselisihan di internal Koperasi Simpan Pinjam Intiada (KSP ID). Kasus atau gugatan tersebut kemudian bergulir di Pengadilan Negeri Semarang, Jawa Tengah (Jateng).
“YP dan ES ditunjuk oleh HT sebagai pengacara untuk mendampingi selama dua proses hukum tersebut berlangsung,” katanya.
Sedangkan untuk perkara pidananya, HT melaporkan Budiman Gandi Suparman selaku Pengurus KSP ID karena adanya pemalsuan akta dan putusan di tingkat pertama pada PN Semarang. Budiman kemudian divonis bebas.
Atas putusan tersebut, Jaksa Penuntut Umum (JPU) mengajukan kasasi ke MA. Agar pengajuan kasasi Jaksa dikabulkan, HT menugaskan YP dan ES untuk turut mengawal prosesnya di MA.
Penunjukan YP dan ES karena mereka telah mengenal baik dan biasa bekerja sama dengan DY sebagai salah satu staf di Kepaniteraan MA. Untuk mengondisikan putusan, digunakanlah jalur DY dengan adanya kesepakatan pemberian uang sekitar SGD202.000 atau setara dengan Rp2,2 miliar.
“Untuk proses pengondisian putusan, DY turut mengajak NA yang juga selaku staf di Kepaniteraan MA dan NA selanjutnya mengomunikasikan lagi dengan RN selaku staf Hakim Agung GS dan PN selaku asisten Hakim Agung GS sekaligus sebagai orang kepercayaan dari GS yang adalah salah satu hakim agung di MA,” ujarnya.
Salah satu anggota Majelis Hakim yang ditunjuk untuk memutus perkara terdakwa Budiman Gandi Suparman saat itu adalah Gazalba Saleh. Keinginan HT, YP, dan ES terkait pengondisian putusan kasasi terpenuhi dengan diputusnya terdakwa Budiman Gandi Suparman dinyatakan terbukti bersalah dan dipidana penjara selama 5 tahun.
Dalam pengondisian putusan kasasi tersebut, sebelumnya juga diduga telah ada pemberian uang pengurusan perkara melalui DY yang kemudian uang tersebut diduga dibagi di antara DY, NA, RN, NP, dan GS.
Adapun sumber uang yang digunakan YP dan ES selama proses pengondisian putusan di MA berasal dari HT. Sebagai realisasi janji pemberian uang, YP dan ES juga menyerahkan uang pengurusan perkara di MA tersebut secara tunai sekitar SGD202.000 melalui DY.
“Sedangkan mengenai rencana distribusi pembagian uang SGD202.000 dari DY ke NA, RN, NP, dan GS masih terus dikembangkan lebih lanjut oleh tim penyidik,” katanya.
Atas perbuatan tersebut, KPK menyangka Heryanto Tanaka (HT), Yosep Parera (YP), dan Eko Suparno (ES) selaku pemberi suap melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 atau Pasal 6 Ayat (1) huruf a Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Sedangkan Gazalba Saleh, Prasetio Nugroho, Redhy Novarisza, Nurmanto Akmal, dan Desy Yustria selaku penerima suap disangka melanggar Pasal 12 huruf c atau Pasal 12 huruf a atau b juncto Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.