Jakarta, Gatra.com – Film dokumenter “Di Balik Satu Batang” yang diluncurkan Center for Indonesia Strategic Development Initiative (CISDI) menyampaikan perspektif lain dari para petani dan pekerja di sektor tembakau Tanah Air.
“Ternyata di balik satu batang rokok terdapat realita kehidupan petani tembakau yang sesungguhnya,” kata Diah Satyani Saminarsih, Eksekutif Produser film “Di Balik Satu Batang” dalam keterangan diterima pada Sabtu (26/11).
Founder & CEO CISDI tersebut mengungkapkan, masih banyak pekerjaan rumah (PR), terutama dalam kebijakan pengendalian tembakau, yang harus diselesaikan. Keterlibatan multisektor sangat diharapkan agar tidak ada lagi kesalahan dalam pengambilan kebijakan.
Ia menyampaikan, untuk menyimak seluruh pesan film “Di Balik Satu Batang” dapat menontonnya di kanal YouTube CISDI pada hari ini pukul19.00 WIB. Sedangkan peluncuran perdananya dilakukan di XXI Metropole, Cikini, Jakarta Pusat.
Project Lead Tobacco Control CISDI sekaligus sutradara dokumenter, Iman Zein, menyampaikan, melalui film tersebut pihaknya menampilkan potret realita buruh dan petani tembakau dalam ekosistem bisnis rokok.
Iman mengungkapkan, kerap muncul narasi petani dan buruh tembakau akan terdampak buruk kenaikan cukai tembakau. Tapi ini berbanding terbalik dengan temuan lapangan.
“Di lapangan, para petani mengeluhkan tentang tata niaga yang belum baik. Mereka tidak memiliki kemerdekaan menentukan harga,” katanya.
Bukan hanya itu, lanjut Iman, faktor cuaca yang kadang membuat petani gagal panen sehingga kerugian mereka tidak ada hubungannya dengan cukai. Malah jika dialokasikan dengan tepat, Dana Bagi Hasil Cukai Tembakau (DBHCT) justru berdampak baik untuk petani.
Sukiman dan Istanto yang dahulunya bekerja sebagai petani tembakau yang kini memilih menanam secara multikultur, membenarkan pernyataan Imam bahwa kenaikan harga rokok tidak membahagiakan petani.
“Harga rokok naik terus, tapi harga daun tembakaunya segitu saja. Ini membingungkan para petani. Kami juga ingin sejahtera. Tapi realitanya, kesejahteraan petani dan industri terasa sekali kesenjangannya,” ujar Sukiman.
Istanto menambahkan, kesejahteraan petani baru bisa meningkat setelah melakukan diversifikasi pertanian. Ia mengungkapkan, kemarau panjang pada masa lalu membuat petani tembakau merugi karena gagal panen, bahkan sampai ada yang menjual tanah pertaniannya.
“Keresahan ini berakhir ketika kami sudah beralih tanam. Di luar dugaan, tanaman seperti buncis, cabai yang ditanam penduduk lokal sudah bisa ekspor. Proses alih tanam ini dibantu dari DBHCHT setelah kita bersurat ke Presiden,” kata Istanto.
Pro-kontra soal kenaikan cukai selalu terjadi setiap tahun. Kesejahteraan petani dan pekerja industri tembakau selalu dibenturkan dalam perdebatan cukai rokok. Yurdhina Meilissa, Chief Strategist CISDI, mempertanyakan kebenaran narasi tersebut.
Menurutnya, hampir setiap tahun Kementerian Keuangan (Kemenkeu) konsisten menaikkan cukai tembakau namun produksi rokok tidak mengalami penurunan, malah cenderung meningkat.
“Tahun lalu, produksi rokok di Indonesia meningkat sampai 7,27%. Tahun 2020, Indonesia memproduksi 298,4 miliar batang, namun tahun 2021 produksi rokok naik hingga 320,1 miliar batang. Padahal, di tahun itu cukai rokok naik rata-rata 12,5%. Jadi mana buktinya industri akan merugi jika cukai rokok dinaikan?” kata Yurdhina.
Senada dengan Yudhina, Diah mengharapkan narasi terkait buruh dan petani tembakau tidak hanya jadi slogan untuk membendung kenaikan cukai tembakau.
“Berdasarkan hasil kajian CISDI tahun 2021, kenaikan cukai rokok hingga 45%, tetap dapat berdampak nett positif pada kondisi perekenomian Indonesia,” ujarnya.
Peningkatan tersebut, lanjut Diah, baik itu meningkatnya pendapatan negara maupun bertambahnya lapangan pekerjaan. Tujuan melandaikan prevalensi perokok juga akan tercapai.
“Seharusnya tidak perlu ada keraguan lagi dalam menaikkan cukai tembakau,” ujar Diah.
Peluncuran premiere film dokumenter “Di Balik Satu batang” yang dihadir Febrio Nathan Kacaribu, representasi Kemenkeu. Kementerian tersebut baru-baru ini mengumumkan kenaikan cukai tembakau rata-rata 10% untuk 2023 dan 2024.