Jakarta, Gatra.com – Kuasa hukum tiga anggota komisioner LMKN 2019–2024, Fredrik J Pinangkury, menyampaikan pihaknya menolak atau menepis seluruh dalil Menkumham, di antaranya pernah diberitahukan secara patut soal penghentian dari jabatan tersebut.
“Tidak pernah diberitahukan secara patut tentang pemberhentian,” kata Fredrik dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat malam (25/6).
Ia menjelaskan, pihaknya telah menyampaikan hal tersebut dalam replik menanggapi jawaban Menkumham selaku tergugat dalam persidangan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta.
Fredrik mengungkapkan, selain itu, tergugat juga tidak pernah mengundang dan menjelaskan alasan apapun mengapa ketiga kliennya, yakni Marulam Juniasi Hutauruk, Rien Uthami, dan Rapin Mudiarja Kawiraji diberhentikan sebagai komisioner sebelum masa jabatannya berakhir.
“Ini menimbulkan kecurigaan yang macam-macam bagi publik, entah mungkin karena para komisioner telah melakukan perbuatan yang tercela atau bahkan pidana,” ujarnya.
Ia menyebutkan bahwa setiap kaporan keuangan Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) kala kepengurusan kliennya telah diaudit oleh auditor independen sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
Atas dasar itu, lanjut Fredrik, dalam replik yang dibacakan pada 24 Oktober lalu pihaknya memohon agar majelis hakim memerintahkan tergugat membuktikan sempat memanggil para penggugat.
Selain itu, kata dia, tergugat juga harus membuktikan pasal atau aturan yang menyatakan LMKN merepresentasikan kepentingan LMK. Menurutnya, justru Pasal 89 (1) Undang-Undang Hak Cipta mewajibkan LMKN merepresentasikan pemilik hak.
“Bukan merepresentasikan kepentingan LMK. Sering kali kepentingan pemilik hak tidak sama dengan kepentingan LMK,” ucapnya.
Atas dasar itulah ketentuan perundang-undang sebelumnya menyatakan komisioner LMKNM harus bebas dari kepentingan LMK, lolos dari panitia seleksi, dan kewajiban audit tahunan.
“Dalam replik penggugat membuktikan bahwa adalah bahaya bila setiap orang yang duduk di LMKN berasal dari LMK tanpa pemeriksaan dan pernyataan lolos dari panitia seleiksi,” ujarnya.
Hal tersebut, lanjut Fredrik, sebagaimana disampaikan dalam surat terbuka dari Aliansi Musisi dan Pencipta Lagu Indonesia (AMPLI) pada 11 Juli 2022. AMPLI digawangi oleh Indra Lesmana Cs.
Menurutnya, jika komisioner LMKN dari LMK tanpa mematuhi ketentuan ?di atas, maka lembaga tersebut tidak akan bisa menjadi regulator yang objektif dan independen jika mendapat keluhan dari pemilik hak atas kinerja LMK.
“Dalam replik itu kuasa hukum telah membuktikan tergugat telah melanggar hukum prosedur, materiil, dan asas-asas umum pemerintahan yang baik,” katanya.
Adapun asas-asas umum pemerintahan yang baik tersebut yakni kepastian hukum, kecermatan, kemanfaatan, dan bahkan melanggar asas dilarang melakukan tindakan sewenang-wenang.
Ia menyampaikan, penggugat memiliki legal standing sebagai dasar untuk menggugat. Pemberhentian yang tidak transparan tersebut merusak reputasi dan seolah-olah penggugat diberhentikan karena melakukan kesalahan.
Setelah persidangan bergulir, tiba-tiba muncul pihak yang mengajukan intervensi. Padahal, komisioner periode kala itu menyatakan tidak akan mengajukan intervensi.
Dalam kesempatan tersebut, Marulam, mengatakan, pihaknya menggugat Surat Keputusan (SK) Menkumham Nomor: M.HH-02.KI.01.04.01 Tahun 2022 tentang Penetapan Komisioner Lembaga Manajemen Kolektif Nasional Pencipta dan Lembaga Manajemen Kolektif Nasional Pemilik Hak Terkait di Bidang Lagu dan atau Musik bukan karena ingin kembali menjadi komisioner. Gatra.com masih berupaya mengonfirmasi pihak terkait.