Home Hukum Kuasa Hukum Laporkan Maladministrasi Banding Putusan Inkracht ke Ombudsman

Kuasa Hukum Laporkan Maladministrasi Banding Putusan Inkracht ke Ombudsman

Jakarta, Gatra.com – Ferry Setiawan Kosasih melaporkan dugaan maladministrasi proses banding atas putusan yang sudah hampir setahun berkekuatan hukum tetap (inkracht) ke Ombudsman.

Ferry melaporkan dugaan kasus tersebut melalui dua kuasa hukumnya,  Sri Suparyati dan Illian Deta Arta Sari dari kantor Illian and Sri Law Office (ISLAW), pada Jumat (26/11).

“Kami melaporkan kepaniteraan PN Jakarta Utara karena kami merasa klien kami tidak mendapat kepastian hukum,” kata Illian.

Ia menjelaskan, awalnya Ferry mengajukan gugatan di PN Jakut terkait lahan seluas 10.442 meter persegi di Sunter, Jakarta Utata (Jakut). Gugatan terhadap salah satu perusahaan tersebut teregister bernomor 613/Pdt.G/2018/PN.Jkt.Utr.

Singkat cerita, PN Jakut memutus perkara tersebut pada 27 April 2020 yang dihadiri penggugat dan tergugat I. Tergugat I diwakili kuasa hukumnya. Sedangkan tergugat lainnya tidak menghadiri persidangan. Penggugat dan tergugat I tidak mengajukan banding hingga tenggat 14 hari pascaputusan.

Dengan demikian, lanjut Illin, putusan PN Jakut tersebut langsung inkracht. Ini sesuai ketentuan Undang-Undang (UU) Nomor 4 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas UU Pokok Kekuasaan dan UU Nomor 20 Tahun 1947 Tentang Peradilan Ulangan.

“Tapi mereka [tergugat I] menyatakan banding setelah kurang lebih 10 bulan tanggal 19 Februari 2021. Memori Bandingnya 12 April 2021,” kata advokat alumnus University of Melbourne Australia tersebut.

Sri menambahkan, kliennya menerima relas pemberitahuan banding pada 2 Juni 2021. Dalam relas tersebut terdapat kesalahan, yakni menyebut terbanding sebagai pembanding. Kesalahan tersebut diulang dalam surat PN ke Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta.

“Kesalahan administrasi yang berulang dilakukan oleh terlapor menunjukkan tidak profesional, kurang teliti, tidak ada kehati-hatian, ceroboh,” ujarnya.

Selain itu, pihaknya mensinyalir kesalahan tersebut sengaja dilakukan dalam memproses administrasi lembaga pengadilan untuk menciptakan ketidakpastian hukum. “Ini sangat merugikan bagi pencari keadilan,” katanya.

Sri menyampaikan, kliennya melaporkan hal tersebut demi mempertahankan hak atas persamaan di hadapan hukum (equality before the law) dan perlakuan adil demi terciptanya asas kepastian, keadilan, dan kemanfaatan hukum.

“Dalam kasus ini, pelapor memiliki legal standing untuk mempertahankan hak keadilan yang dirasa dihilangkan, dicabut, dan tidak terpenuhi,” katanya.

Menurut Sri, langkah kepaniterakaan PN Jakut menerima dan memproses pengajuan upaya hukum banding atas putusan yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap tersebut merupakan maladministrasi.

“Penyalahgunaan kewenangan, penyimpangan prosedur, pembiaran, memihak, dan pengabaian kewajiban hukum,” katanya.

Lawyer lulusan University of Hull, Inggris, tersebut melanjutkan, tindakan tersebut menimbulkan kerugian bagi pihak pelapor, karena sedang memperjuangkan dan mempertahankan hak-haknya untuk memperoleh keadilan. Sementara proses banding memerlukan waktu yang cukup lama sehingga hal ini yang dapat menghambat upaya pelapor.

“Kenapa perkara yang sudah berkekuatan hukum tetap dan sudah berlalu hampir setahun tetap diterima dan diproses? Sementara saya pernah telat 3 hari saja di pengadilan lain sudah tidak bisa diterima. Ada apa ini? Tak menutup kemungkinan ada dugaan kolusi,” ujar Sri.

Atas kejanggalan dan ketidakadilan tersebut, kata Sri, pihaknya telah menyampaikan keberatan dalam kontra memori banding dan melaporkan hal tersebut pada PT DKI, Badan Pengawasan MA RI, KPK, dan Ombudsman.

Sri meminta lembaga-lembaga di atas menindaklanjuti laporan dugaan maladministrasi tersebut agar dapat memberikan kepastian hukum bagi kliennya atau pelapor.

Khusus untuk PT DKI,  kata Sri, pihaknya memohon supaya menolak banding atas putusan inkracht. Gatra.com masih berupaya mengonfirmasi pihak terkait.

218