Jakarta, Gatra.com - Forum Koperasi Indonesia (Forkopi) menolak Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berperan sebagai pengawas koperasi sebagaimana tercantum di Rancangan Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (RUU PPSK).
Menurut Ketua Forkopi, Andy Arslan Djunaid, bank yang selama ini diawasi OJK memiliki ekosistem ekonomi berbeda dengan koperasi. Basis koperasi adalah gotong royong dan kekeluargaan.
Kekuatan ekonomi koperasi berasal dari anggotanya. Ini berbeda dengan Bank yang kekuatannya berdasar pada kapital.
"Jadi tidak masuk akal jika nanti koperasi yang berkarakter ekonomi kerakyatan mesti diawasi OJK yang biasa mengawasi Bank dengan kapital besar. Jadi berbeda ekosistem ekonominya," katanya di Jakarta, Jumat (25/11).
Andy menegaskan, koperasi memiliki semangat tolong menolong. Kekuatan koperasi juga berada pada jumlah anggota.
"Ini tentu berbeda jika dibanding Bank yang bertumpu pada jumlah modal," ujarnya.
Selain itu, koperasi memiliki nilai local wisdom yang kental, erat kaitannya dengan nilai kekeluargaan dan humanis. Relasi antar anggota bersifat tidak kaku. Berbeda dengan lembaga perbankan yang memakai pendekatan murni bisnis sehingga kaku dan hitam putih.
Ditambah lagi, kata Andy, koperasi orientasinya berada pada ranah masyarakat kecil. Koperasi menjadi sarana bagi rakyat kecil untuk mendapatkan akses permodalan.
"Jika nanti benar OJK akan mengawasi koperasi, tentu tidak akan kompatibel. OJK sebagai pengawas Bank selama ini identik dengan ranah kapital yang besar, " jelasnya.
Dengan berbagai alasan ini, dirinya dan organisasi Forkopi menolak tegas pengawasan OJK pada koperasi. Baginya koperasi sebagai simbol ekonomi kerakyatan mesti dijaga eksistensinya.
"Ini demi menjaga ekonomi kerakyatan dari serbuan kapitalisme," tegas Andy.
Ia mengatakan, bila mesti diawasi, akan lebih efektif dilakukan di bawah Kementerian Koperasi dan UMKM. Pengawasannya akan lebih sesuai dengan karakter koperasi, serta lebih efisien.
"Koperasi merupakan jati diri bangsa Indonesia dan miliki kandungan local wisdom seperti nilai gotong royong dan kekeluargaan dalam proses ekonomi. Ini mesti kita jaga bersama," tegasnya.
Sementara itu, Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira juga tak sepakat koperasi diawasi OJK. Baiknya, pengawasan dilakukan oleh Kementerian Koperasi dan UMKM. Ini sejalan dengan tupoksi kementerian lembaga tersebut.
Nantinya Kemenkop UKM dapat memaksimalkan sisi SDM dan anggarannya agar dapat menjalankan peran pengawasan koperasi.
Bhima menyebut koperasi memiliki karakteristik berbeda dengan jasa keuangan lain seperti bank. Koperasi berfokus pada skala mikro dan keuangan kecil, sedangkan pengawasan OJK adalah jasa keuangan yang berskala besar seperti Bank.
"Kekhawatiran saya, OJK nantinya akan kewalahan jika mesti ditambah kewenangannya untuk mengawasi koperasi. OJK kan sudah mengawasi banyak hal mulai dari kripto, karbon, dan bank. Bisa jadi SDM dan infrastruktur OJK tidak siap," tegasnya.