Jakarta, Gatra.com- Banyak pihak yang mengapresiasi kesuksesan Indonesia karena telah berhasil menyelenggarakan pertemuan negara-negara dengan perekonomian besar di dunia ini. Tak hanya itu, hasil yang dicapai dalam agenda tersebut dinilai memiliki kesepakatan penting dan positif bagi perekonomian domestik.
Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 telah berhasil mengesahkan Deklarasi Pemimpin G20 yang menitikberatkan kepada kolaborasi untuk semua pihak dalam menghadapi tantangan krisis ekonomi global yang terjadi. Karena itu diperlukan komitmen semua pihak dalam melakukan kerja sama kebijakan makro dengan agenda utama pemulihan global yang dapat menghasilkan pembangunan berkelanjutan, pertumbuhan ekonomi, dan membuka lapangan pekerjaan.
Meski begitu, tantangan krisis ekonomi global masih melanda akibat dari berbagai faktor, terutama perang yang tak berkesudahan antara Rusia dan Ukraina, konflik geo-ekonomi para negara adikuasa, hingga pada persoalan supply and demand yang menimbulkan tekanan pada perekonomian dunia. Karena persoalan tersebut, timbul gejolak yang bisa berdampak pada gejala resesi ekonomi global dan berpotensi menjadi lebih parah pada kurun waktu 2023. Baca Juga: Presiden Dewan Eropa Puji Presidensi G20 RI: Ini G20 Tersulit Sepanjang Sejarah
Menanggapi isu global pada perekonomian nasional, Ketua Departemen Ekonomi Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Fajar Hirawan optimistis ekonomi dalam negeri akan aman dari tekanan ekonomi global pada 2023. Menurutnya, terdapat faktor internal yang membuat pilar ekonomi domestik Tanah Air kuat.
“Ekonomi kita ditopang lebih dari 50% oleh konsumsi rumah tangga. Pasca pandemi, kita bisa lihat, masyarakat membelanjakan uangnya baik untuk konsumsi dan investasi, dari yang sebelumnya selama pandemi tertahan,” ujarnya dalam keterangan tertulisnya, Jumat (25/11)
Di sisi lain, lanjut Fajar, ekonomi nasional masih beruntung karena ditopang harga komoditas yang saat ini sedang berada pada level tinggi di dunia. “Indonesia masih aktif mengekspor barang-barang yang sifatnya ekstraktif, seperti kelapa sawit, batu bara dan lainya, yang masih sangat dibutuhkan oleh masyarakat dunia,” katanya. Baca juga: Jokowi Apresiasi Penandatanganan MoU Pembayaran Digital Lintas Negara ASEAN
Dampak penyelenggaraan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 yang telah menghasilkan beberapa kesepakatan, menurut Fajar, dinilai menguntungkan bagi Indonesia. “Kita turut mengapresiasi. Poin penting lainnya dari pertemuan G20 ini ialah fokus menciptakan stabilitas di kawasan atau di dunia secara umum, itu kemudian akan berpengaruh pada stabilitas ekonomi di masing-masing negara, dan Indonesia berhasil dalam konteks menggaungkan pentingnya kerja sama ekonomi di dunia internasional,” katanya.
Dosen Universitas Islam Internasional Indonesia ini menambahkan bahwa pertemuan G20 memberikan penguatan dalam melakukan sinergi dan kerja sama pada berbagai negara untuk menghadapi tantangan ekonomi global yang dinilai semakin beragam. ”Adanya kesepakatan seperti Pandemic Fund, meskipun nilainya belum terlalu besar, yakni sekitar US$1,5 miliar. Dan Indonesia sendiri menyumbang sekitar US$50 juta, namun ini merupakan starting point yang bagus,” imbuhnya.
Sementara itu, Praktisi Keuangan dan Investasi Benny Sufami menganalisa bahwa tantangan ekonomi pada 2023, selain menimbulkan tekanan, juga menghasilkan peluang ekonomi. “Kita sudah pernah mengalami krisis pada 1998, 2008, 2020, dan kita mampu melewatinya,” ujarnya.
Ke depan, lanjut dia, tentu memiliki peluang, apalagi tahun 2024, di Indonesia ada pemilu, yang kemudian menjadi tenaga baru untuk bursa saham kita bisa mengalami kenaikan kembali. “Dan ini, kalau kita cerna dengan baik adalah waktu yang baik untuk investasi dengan melihat profil risiko masing-masing,” katanya. Baca Juga: Jokowi: Jangan Biarkan Dunia dalam Perang Dingin, G20 Harus Jadi Katalis Ekonomi
Berdasarkan data di lapangan, menurut Benny, para investor ritel menyambut positif perhelatan G20. “Saya pikir kondisi kita lagi bagus. Saya yakin Indonesia akan melewati situasi gelap. Sebab pengendalian inflasi kita masih terbilang baik, sekitar 5,7%. Kalau saya sebut, ini merupakan memontum, yang sebelumnya di 2019-2020 agak tersendat karena faktor pandemi, saat ini merupakan waktunya untuk mengalokasikan investasi,” tuturnya.
Mencermati situasi ekonomi 2023 yang dianggap “gelap” oleh sebagian pihak, Benny malah melihat ekonomi pada 2023 justru bisa menguntungkan para investor lokal bila disikapi dengan bijak. “Dalam sudut pandang ekonomi, selalu ada peluang, begitu juga pada 2023,” ujar dia.
Namun, lanjutnya, investor harus melakukan penjajakan terlebih dahulu dengan melakukan investasi yang disiplin, bertahap, dan memahami risiko dan opportunity-nya. “Ini yang mesti dipelajari lebih lanjut,” ujarnya. Baca Juga: Sempat Dikabarkan Sakit, Menlu Rusia Sergei Lavrov Tiba di KTT G20 Pagi Ini
Untuk meminimalisir kerugian, Benny menegaskan, para investor perlu memahami literasi keuangan dengan baik. “Ini harus menjadi dasar kita, selalu saya sebutkan di setiap perbincangan bahwa untuk memulai investasi, maka investor harus mengetahui profil diri sendiri. Lalu kita mesti kenali antara kebutuhan dan keinginan, sehingga kita dapat melakukan evaluasi keuangan. Dan tentunya untuk mencegah investasi ilegal, kita harus terapkan 2L (Legal dan Logic) demi menghindari kerugian yang besar,” tegasnya.