Jakarta, Gatra.com-Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Arsjad Rasjid menyatakan para pengusaha akan melakukan uji materil Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 18 tahun 2022 tentang Penetapan Upah Minimum Tahun 2023.
Arsjad menyebut upaya itu terpaksa dilakukan pengusaha untuk mendapat kepastian hukum. Adapun dalam Permenaker 18/2022 itu pemerintah menetapkan kenaikan upah tahun 2023 maksimal 10%.
"Untuk memastikan agar kebijakan tersebut tidak kontraproduktif, maka KADIN bersama dengan Asosiasi Pengusaha dan Seluruh Perusahaan Anggota KADIN terpaksa akan melakukan uji materiil terhadap Permenaker No. 18/2022," ujar Arsjad dalam keterangannya, dikutip Jumat (25/11).
Baca juga: Asosiasi Serikat Pekerja Apresiasi Terbitnya Permenaker Nomor 18 Tahun 2022
Pengusaha berdalih, dasar hukum yang sah penetapan kenaikan upah saat ini mengacu pada Peraturtan Pemerintah Nomor 36 tahun 2021 yang merupakan turunan dari Undang-undang Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UUCK). Menurut Kadin, UUCK masih dinyatakan berlaku selama dua tahun masa inkonstitusional bersyarat hingga ada perbaikan sebagaimana amar putusan Mahkamah Konstitusi sebelumnya.
Karena itu, pengusaha menilai bahwa sepanjang UUCK masih dalam perbaikan, maka pemerintah tidak diperkenankan menerbitkan peraturan baru yang berkaitan dengan UUCK, termasuk salah satunya Permenaker Nomor 18 tahun 2022 ini.
"Dengan dikeluarkannya Permenaker 18/2022 ini menimbulkan dualisme dan ketidakpastian hukum. Untuk itu diperlukan putusan yudikatif untuk menjawab keambiguan yang muncul," jelasnya. Meski begitu, apapun keputusannya nanti pelaku usaha siap mematuhinya.
Arsjad mengungkap saat ini pelaku usaha mengakui kondisi ekonomi nasional sangat dinamis imbas resesi ekonomi global yang merupakan efek dari konflik geopolitik. Kondisi ekonomi yang bergejolak, kata Arsjad, perlu disikapi dengan cermat oleh berbagai pihak.
Arsjad mengatakan pada dasarnya para pengusaha setuju bahwa kenaikan upah minimum menjadi langkah menjaga daya beli masyarakat saat ini. Namun, di sisi lain, kemampuan pelaku usaha merespon kondisi ekonomi saat ini, menurutnya juga harus diperhatikan agar tidak memberatkan pelaku usaha dan mengganggu iklim usaha.
"Semangat yang ingin dikedepankan pelaku usaha adalah menjaga stabilitas investasi, kesejahteraan pekerja, dan keadilan bagi pengusaha," ungkapnya.
Baca juga: Serikat Buruh Bertemu dengan Pj Gubernur DKI Jakarta Bahas Kenaikan UMP
Arsjad menuturkan bahwa perspektif pelaku usaha menilai kebijakan kenaikan upaha tersebut seyogyanya dapat dirumuskan secara tepat sasaran, komprehensif, dan sesuai koridor hukum yang berlaku. Dengan demikian dapat diimplementasikan demi menjaga momentum pertumbuhan ekonomi Indonesia saat ini.
Selain itu, menurut Arsjad para pengusaha meyakini bahwa ancaman resesi ekonomi global akan datang lebih cepat dari yang diperkirakan. Oleh karena itu, pengusaha minta perlindungan hukum terhadap iklim usaha bisa kondusif dan perlu mengedepankan rasa keadilan.
"Sehingga pelaku usaha dapat tetap survive memberikan nilai tambah dari mata rantai ekonomi yang dihasilkan," imbuhnya," imbuhnya.
Seperti diketahui, sebelumnya Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah mengatakan alasan diterbitkannya Permenaker 18 tahun 2022 tentang Penetapan UMP 2023 lantaran dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 tahun 2021 belum mengakomodir dampak kenaikan inflasi.
"Formulasi (penetapan upah) dalam PP Nomor 36 tahun 2021 belum dapat mengakomodasi dampak sosio ekonomi masyarakat, karena upah minimum tidak seimbang dengan laju kenaikan harga barang-barang," kata Ida, dikutip dari akun instagram @kemnaker, Ahad (20/11).
Adapun dalam Permenaker Nomor 18 tahun 2022 ini, Pemerintah pusat menetapkan penyesuaian kenaikan upah minimum baik di provinsi maupun kota tidak melebih dari 10%.