Jakarta, Gatra.com - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut B. Pandjaitan mengatakan bahwa penyelesaian kasus tumpahan minyak montara di Laut Timor yang terjadi pada pada 2009 silam, melalui jalur denda atau membayar konpensasi. Perusahaan minyak dan gas asal Thailand, PTT Exploration and Production (PTTEP) akan membayar 192,5 juta dolar Australia atau sekitar Rp2,02 triliun.
“Sudah ada dari Thailand ini sudah memberikan pembayaran dari tuntutan pengadilan yaitu mereka akan membayar AUD 129,5 juta atau US$129 juta," ujar Menko Luhut dalam dalam Konferensi Pers di gedung Kemenko Marves, Kamis (24/11).
Baca Juga: Korban Montara Sudah Lama Siapkan Gugatan terhadap Australia
Terkait uang ganti rugi tersebut, Luhut berharap agar dapat dikelola secara tepat. Ia mengusulkan agar dibuatkan koperasi sebagai wadah untuk mengelola dana itu secara profesional.
"Saya juga usul, mungkin bisa dibuat koperasi nelayan itu sendiri, dikelola secara profesional. Nanti kita bisa mengatasi supaya jangan uang itu hilang," ungkapnya.
Diketahui, insiden Montara terjadi pada 21 Agustus 2009, bermula dari sumur minyak H1-ST1 Anjungan Lepas Pantai Lapangan Minyak Montara di Laut Timor meledak. Tumpahan minyak ini mengalir secara hingga ke pesisir pantai wilayah Provinsi Nusa Tenggara Timurn (NTT).
Akibat peristiwa ini, banyak para petani rumput laut dan nelayan di kawasan Laut Timor kehilangan mata pencaharian.
Tumpahan minyak ini, menyebabkan 90.000 kilometer persegi telah mencemari Laut Timor yang bersumber dari lapangan Montara. Setidaknya 85 % tumpahan minyak ini terbawa oleh angin dan gelombang laut ke perairan Indonesia.
Menurut penelitian dari USAID-Perikanan-Lingkungan Hidup dan Pemerintah NTT pada 2011, paling tidak ada 64.000 hektare terumbu karang rusak atau sekitar 60 persen terumbu karang di perairan Laut Sawu hancur. Ikan-ikan dasar laut dan udang banyak yang mati.
Selain itu, tidak sedikit ikan hiu dan paus mati di perairan Laut Sawu. Kematian ikan kakap dan sardin menyebabkan berkurangnya tangkapan nelayan, sehingga menimbulkan kenaikan harga ikan di Kota Kupang naik.