Nusa Dua, Gatra.com - PT Pertamina (Persero) sempat berencana untuk membeli minyak mentah murah dari Rusia. Rencana pembelian ini diungkapkan saat rapat dengan Komisi VI DPR RI 28 Maret 2022 lalu. Namun, pada awal Mei, Direktur Utama PT Pertamina (Persero), Nicke Widyawati menyatakan pembelian itu batal karena stok minyak di kilang-kilang milik Pertamina dalam keadaan aman.
Kini, wacana itu dihidupkan lagi. Perusahaan pelat merah tersebut tengah meninjau kembali rencana pembelian minyak murah Rusia.
"Kita penjajakan iya, kita lagi kaji. Karena harus ada political risk, economic risk, under risk company," ujar Direktur Utama PT Kilang Pertamina Internasional (KPI), Taufik Adityawarman kepada awak media di sela-sela the 3rd International Convention on Indonesian Upstream Oil and Gas 2022 (IOG 2022) di Nusa Dua, Bali, Kamis (24/11).
Nicke sendiri sempat menyebut bahwa Pertamina sudah berkoordinasi dengan Kementerian Luar Negeri dan Bank Indonesia (BI) terkait rencana pembelian minyak dari Rusia ini, untuk memastikan tidak ada isu politis yang mengadang.
Saat ini, pemenuhan kebutuhan minyak mentah (crude oil) Pertamina tercatat 65 persen dari domestik dan 35 persen impor.
Sumber pembelian impor ini berasal dari beragam negara, tapi paling banyak datang dari Timur Tengah dan Algeria. Kontrak Arabian Light Crude (ALC) merupakan long term sekitar lima tahu dan diperuntukkan bagi Kilang Cilacap. Sementara kontrak dengan Algeria diteken untuk 3-5 tahun.
"Bisnis kilang itu kayak terompet ya, input-nya harus semurah mungkin tapi masaknya harus produk mahal supaya profit," imbuh Taufik.
Meski berupaya profit, sebagai BUMN, Pertamina tentu saja terikat dengan sejumlah kewajiban pelayanan publik (public service obligation/PSO). Maka produksi minyak mereka menyesuaikan dengan kebutuhan pasar dalam negeri.
Pada pandemi di 2021, produksi kilang Pertamina sebanyak 331 juta barel setahun. Di 2022 ini jumlahnya naik menjadi 336 juta barel per tahun. Sekitar 700-800 ribu barel per hari diolah menjadi BBM.