Jakarta, Gatra.com - Sinyal importasi beras semakin nyata. Perum Bulog buka-bukaan soal keadaan pasokan beras dalam negeri semakin tiris berpotensi membuka keran impor.
Direktur Utama Perum Bulog, Budi Waseso alias Buwas mengungkapkan dalam keputusan rakortas 8 November 2022 lalu. Untuk menjaga ketahanan pangan, opsi importasi beras sudah disetujui pemerintah. Mengingat janji Kementerian Pertanian dan Kementerian Perdagangan yang akan mensuplai beras hingga 500 ribu ton untuk Bulog tak kunjung terealisasi.
"Sebenarnya sudah ada rakortas, saya tinggal melaksanakan saja ya," ungkap Buwas kepada wartawan usai menghadiri Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Kementerian Pertanian dan Komisi IV DPR-RI di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (23/11).
Baca Juga: Debat Kusir Bulog dan Kementan Soal Pasokan Beras, Buwas: Jangan Cari Kambing Hitam
Kendati, Buwas mengatakan pihaknya akan menunggu Kementan menyediakan 600 ribu ton beras untuk diserap Bulog secara komersil dengan harga Rp10.200 per kilogram. Adapun dalam RDP hari ini, Kementan diberi tenggat waktu satu pekan ke depan untuk mendapatkan pasokan beras sebanyak 600 ribu ton untuk penyerapan Bulog.
Buwas mengatakan, apabila target penyediaan 600 ribu ton itu tidak bisa dipenuhi Kementan selama tenggat waktu yang ditentukan, maka importasi akan dilakukan.
"Tapi tadi Kementan janji enam hari, ya sudah kalo besok keputusannya enam hari tidak ada suplai yang sesuai dengan 600 ribu ton, saya akan menindaklanjuti itu (impor) ya," sebut Buwas.
Adapun Buwas mengatakan opsi importasi yang akan dilakukan dikhususkan untuk beras premium karena pengadaan secara komersial bukan CBP. Sementara untuk CBP, pengadaan beras oleh Bulog dari importasi pun harus dilakukan untuk beras medium.
Namun, Buwas mengatakan ketersediaan beras di luar negeri pun hanya tersisa jenis premium. Bulog, kata Buwas, telah berkomunikasi pada sejumlah negara penghasil beras untuk melakukan skema kerja sama. Kendati, Bulog juga diberi waktu hingga akhir bulan November ini untuk keputusan mengimpor. Apabila pemerintah RI belum juga menentukan jumlah pesanan, kata Buwas, negara tersebut akan menjual berasnya ke pihak lain.
"Tapi saya sudah menghubungi beberapa negara yang dia siap (ekspor beras ke RI), tapi harus cepat karena masalah angkutan, fluktuasi harga juga berbahaya," ucapnya.
Buwas mengatakan, nantinya begitu beras komersial itu masuk, Bulog akan segera membanjiri pasar. Ia menegaskan bahwa pengadaan beras dari importasi pun dilakukan hanya untuk stabilisasi harga beras dalam negeri yang mulai merangkak naik.
Baca Juga: Bulog Ngaku Tak Mampu Penuhi Stok Cadangan Beras 1,2 Juta Ton, Ada Apa?
"Yang jelas kalau kita datangkan dari luar negeri, harganya jauh lebih murah dibandingkan di sini. Begitu kita beli, kita banjirkan langsung ke pasar supaya harganya stabil. Menekan inflasi," terangnya.
Sementara itu, Kepala Badan Pangan Nasional, Arief Prasetyo Adi membenarkan opsi impor telah disetujui manakala pasokan dalam negeri tak bisa memenuhi kebutuhan nasional.
"Untuk ketersediaan apabila dirasakan perlu pengadaan dari luar negeri itu akan dilakukan," ungkap Arief dalam kesempatan yang sama.
Opsi impor, kata Arief dipilih apabila Kementan tidak menyanggupi penyediaan 600 ribu ton untuk penyerapan Bulog dalam satu pekan ini. Pembelian beras dari dalam negeri, kata Arief berpotensi memicu inflasi lebih tinggi karena harga beras yang sudah naik. Hal itu menjadi alasan mengapa pembelian beras secara komersial oleh Bulog juga dibatasi di harga maksimal Rp10.200 per kilogram.
"Kalau inflasi tinggi maka tidak sesuai dengan perintah presiden," katanya.
Ia pun menegaskan agar Kementan tak boleh terlambat memenuhi janjinya. Sebab, soal ketersediaan pangan, kata Arief, harus dilakukan sungguh-sungguh. Adapun stok beras di Bulog saat ini tersedia sekitar 594 ribu ton dan ditargetkan stok di akhir tahun di kisaran 1-1,2 juta ton.
"Ketersediaan itu pokoknya wajib untuk kita. Jadi kalau itu (impor) harus diputuskan, kita akan putuskan segera," ujarnya.