Jakarta, Gatra.com - Direktur Utama Perum Bulog, Budi Waseso alias Buwas menyinggung soal klaim Kementerian Pertanian bahwa stok beras di dalam negeri tersedia. Ia menagih janji Kementan membantu Bulog memenuhi target penyerapan cadangan beras pemerintah (CBP) hingga 1 juta ton dalam Rapat Koordinasi Terbatas (Rakortas) bersama Presiden beberapa waktu lalu.
"Saat itu Kementan masih menyebut surplus (beras) lebih dari 6 juta ton," ungkap Buwas dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi IV DPR-RI di Komplek Senayan, Rabu (23/11).
Menurut Buwas, dari yang dijanjikan Kementan akan menyediakan pasokan untuk Bulog sebanyak 550 ribu ton, realisasinya hanya ada sekitar 44 ribu ton yang dapat terserap Bulog. Buwas pun mengungkit janji Direktur Jenderal Tanaman Pangan Kementan, Suwandi yang mengaku bisa menyediakan 500 ribu ton untuk Bulog dalam waktu satu pekan.
"Ya Pak Wandi kan pada saat itu janji di depan Pak Menko bahwa kurun waktu tidak sampai satu minggu akan menyetor beras 500 ribu ton untuk Bulog," sebut Buwas.
Adapun saat ini stok beras di gudang Bulog tersisa 594 ribu ton. Padahal idealnya cadangan beras Bulog berada di kisaran 1-1,2 juta ton. Buwas mengaku hingga kini pihaknya terus berupaya menyerap beras dalam negeri dengan mekanisme komersial seharga Rp10.200 per kilogram. Kendati, ia menegaskan bahwa barang (beras) di pasaran sudah tidak banyak tersedia.
"Bukannya kami tidak mau beli, tapi memang jumlahnya tidak tercapai, tidak ada barangnya," tegas Buwas.
Bahkan, Buwas mengaku juga sudah melakukan pendekatan kepada pengusaha beras besar. Namun, menurut dia para pengusaha juga enggan menjual berasnya lantaran pasokan terbatas.
"Mereka harus jaga suplainya untuk pasar mereka," terang Buwas.
Menurut Buwas, publik harus tau bahwa sesungguhnya ketersediaan beras di lapangan sangat minim. Bahkan, kata Buwas, Persatuan Pengusaha Penggilingan Padi Indonesia (Perpadi) pun menyebut pasokan beras hanya aman untuk dua pekan. Di sisi lain, anomali cuaca membuat musim tanam bergeser. Karena itu, Buwas menduga pada Januari 2023 pun panen belum banyak.
"Jadi jangan diplintir kalau Bulog yang tidak mau beli. Jadi kalau masih ada yang mengatakan ada (beras) saya mohon maaf, itu yang harus bertanggung jawab kalau ada apa-apa," tegasnya.
Buwas pun mengingatkan bahwa pemerintah seharusnya saling bersinergi, bukan saling menyalahkan. Ia meminta agar semua pihak saling terbuka terkait data pangan, mengingat krisis pangan dan energi adalah ancaman nyata yang sering disebut-sebut dalam pertemuan tingkat tinggi G20 lalu.
"Jangan nanti kalo ada apa-apa lempar anduk, cari kambing hitam. Saya tidak mau menyalahkan siapa-siapa, tapi faktanya seperti itu. Kalo memang bicara masalah pangan, sama terbuka. Data jujur saja jangan direkayasa," pungkasnya.
Menanggapi itu, Direktur Jenderal Tanaman Pangan, Kementan, Suwandi menyebut data produksi beras dalam empat tahun terakhir berasal dari Badan Pusat Statistik (BPS) yang dihitung menggunakan metode KSA.
Adapun pada 2019 data produksi beras mencapai 31,3 juta ton, tahun 2020 sebesae 31,5 juta ton, 2021 sebesar 31,36 juta ron dan tahun 2022 sebesar 32,07 juta ton.
Menurut Suwandi, penyerapan beras oleh Bulog tahun ini cenderung lebih rendah. Biasanya, rata-rata setiap tahun Bulog bisa menyerap 1,2 juta ton.
"Memang realisasi serapan sejak Januari 2022 sampai hari ini Bulog tidak sampai sekitar 900.000 ton," sebut Suwandi dalam kesempatan yang sama.
Suwandi mengungkapkan bahwa kondisi penyerapan Bulog di lapangan lebih disebabkan oleh masalah spesifikasi beras yang diminta Bulog tidak sesuai dengan yang ada di lapangan.
"Memang Buwas berani beli Rp10.200 per kilogram, tapi kendala di lapangan terkait spek-spek (spesifikasi)," ucap Suwandi.
Adapun Suwandi bersikukuh bahwa ketersediaan beras di lapangan ada, namun sebagian besar berada di penggilingan.
"Fenomena barang (beras) ada, tapi kebanyakan penggilingan jual ke swasta," pungkas Suwandi.