Jakarta, Gatra.com - Mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Polri (Kadiv Propam Polri) Ferdy Sambo buka suara soal pernyataan Ismail Bolong mengenai setoran uang 'koordinasi' tambang batu bara ilegal miliaran rupiah ke Kabareskrim Polri Komjen Agus Adrianto.
Ia membenarkan bahwa dirinya pernah menandatangani surat penyelidikan untuk kasus tambang ilegal di Kalimantan Timur tersebut. Dengan kata lain, ia mengklaim benar, bahwa perkara tambang ilegal itu pernah berada di bawah penanganan Propam Polri.
"Kan ada itu suratnya. Ya sudah benar itu suratnya," ujar Ferdy Sambo, ketika ditemui awak media, pasca persidangan perkara pembunuhan Brigadir J, di PN Jakarta Selatan, Selasa (22/11).
Kendati demikian, ia tidak memberikan penjelasan lebih lanjut mengenai kasus tersebut maupun surat yang ditandatanganinya ketika ia menjabat menjadi Kadiv Propam Polri. Ia pun meminta agar perkara tersebut dapat dikonfirmasi lebih lanjut kepada pihak penjabat yang berwenang.
"Tanya ke penjabat yang berwenang, kan surat itu sudah ada," ujar Ferdy Sambo.
Diketahui, pada awalnya, Ismail Bolong, dalam sebuah video yang viral beberapa waktu terakhir, mengaku telah menyetor uang Rp6 miliar ke Kabareskrim. Ia juga mengaku bekerja sebagai pengepul setoran batu bara dari konsesi tanpa izin. Kegiatan ilegal itu disebutnya berada di daerah Santan Ulu, Kecamatan Marangkayu, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kaltim, yang masuk wilayah hukum Polres Bontang, sejak Juli 2020 sampai November 2021.
Ismail Bolong merupakan mantan anggota Polres Samarinda, Kalimantan Timur, dengan pangkat terakhir Aiptu. Ia disebut pernah bertugas di Satuan Intelijen Keamanan Polresta Samarinda, Kalimantan Timur.
Kendati demikian, ia mengaku telah pensiun dini sejak Juli 2022, setelah videonya yang menuding Kabareskrim Komjen Agus Andrianto menerima setoran uang miliaran darinya dari hasil pengepulan ilegal penambangan batu bara menjadi viral di media sosial.
Dalam video itu, Ismail Bolong tampak sedang membacakan sebuah surat pengakuan yang menyatakan dirinya bekerja sebagai pengepul dari konsesi tambang batu bara ilegal di Desa Santan Ulu, Kecamatan Marangkayu, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur.
Menurut pengakuannya dalam video tersebut, Ismail memperoleh keuntungan dari hasil pengepulan dan penjualan tambang batu bara ilegal mencapai Rp 5-10 miliar setiap bulan, terhitung sejak Juli 2020 hingga November 2021. Tindak laku penambangan ilegal itu pun diakui Ismail telah ia koordinasikan dengan Kabareskim Polri Komjen Pol Agus Andrianto. Koordinasi itu diduga bertujuan untuk membekingi kegiatan ilegal yang Ismail lakukan, sekaligus menjaga agar perusahaan tambang batubara tersebut tak tersangkut kasus hukum.
Kendati demikian, pernyataan itu pun kembali ia tarik, melalui sebuah video yang berisi permohonan maaf sekaligus pernyataan bahwa ia tak pernah bertemu dengan Kabareskrim Polri Komjen Agus Adrianto. Ia mengaku mendapat tekanan dari mantan Karo Paminal Divisi Propam Polri Brigjen Hendra Kurniawan, untuk membuat video terkait penyerahan uang setoran tambang batu bara ilegal kepada Kabareskrim.
Padahal, kasus tersebut tercatat sudah ditangani oleh Propam Polri dan Bareksrim. Bahkan, Kadiv Propam Polri pun telah mengirim surat Nomor: R/1253/IV/WAS.2.4./2022/DIVPROPAM tanggal 7 April 2022 kepada Kapolri.