Jakarta, Gatra.com - Kepala Departemen Penyidikan Sektor Jasa Keuangan sekaligus Ketua Satgas Waspada Investasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Tongam L. Tobing menjabarkan ciri-ciri investasi ilegal.
“Hal ini harus diwaspadai sebab jumlah kerugian masyarakat akibat investasi ilegal tahun 2018-2022 mencapai Rp 123,51 triliun,” katanya pada acara "Sosialisasi Waspada Investigasi dan Pinjaman Online Ilegal" di IPB, Senin (21/11).
Dia mengatakan bahwa investasi ilegal tidak bisa 0, tidak bisa tidak ada.
“Kita hidup di dunia, pasti akan selalu ada. Ribuan kita blokir, tapi masih muncul sebab ada demand di masyarakat," ujarnya.
Tongam menyebutkan bahwa ciri utama dari investasi ilegal adalah selalu menjanjikan keuntungan dalam waktu cepat.
"Cepat kaya, cepat dapat duit, cepat punya rumah. Kok sebegitu bagusnya? Semua ingin cepat kaya tetapi too good too be true, tidak masuk akal," katanya.
Selain itu, adanya janji bonus dari perekrutan anggota baru "member get member" turut menjadi cirinya. Hal ini memperpanjang penipuan yang terjadi karena semakin banyak orang yang terlibat.
Investasi ilegal juga kerap menggunakan tokoh masyarakat atau adat atau agama. Adanya pengaruh dari tokoh terkait kepada pengikutnya sehingga bisa dijadikan sebagai sasaran.
Baca Juga: 12 Tersangka Dicokok, Begini Modus Investasi Bodong DNA Pro
"Influencer sangat mempengaruhi followersnya. Kalau sudah ngebet sama influencer, apa yang dikatakan bisa langsung diikuti," ucapnya.
Adanya klaim tanpa risiko turut menjadi ciri investasi ilegal. Tongam mengatakan bahwa seluruh investasi punya risiko, sebab ketiadaan risiko merupakan hal yang tidak mungkin dalam skema investasi.
“Investasi ilegal kerap memiliki legalitas yang tidak jelas. Hal ini berkaitan dengan izin usaha, entah perusahaannya maupun produk yang ditawarkan. Pada beberapa kasus, perusahaan memiliki izin kelembagaan, tapi tidak punya izin usaha. Pada kasus lainnya, beberapa memiliki izin kelembagaan dan izin usaha namun melakukan kegiatan yang tidak sesuai izinnya,” katanya.
Tongam L. Tobing tahun ini, jumlah kerugian akibat investasi ilegal mencapai Rp 109 triliun.
"Salah satunya modus binary option, judi berkedok investasi. Judi ini kalau kita kalah ketagihan, kalau menang juga ketagihan, nggak ada abisnya," katanya.
Tongam menyebut modus binary option tidak memperdagangkan aset apapun. Dalam binary option, trader diminta untuk memprediksi atau menebak harga suatu instrumen, apakah akan mengalami kenaikan atau penurunan dalam jangka waktu tertentu. Menurutnya, itu merupakan praktik judi sehingga bukan merupakan bentuk investasi yang legal.
Robot trading juga menjadi salah satu modus investasi ilegal yang kerap digunakan. Robot trading dijual dengan skema penjualan langsung tanpa adanya izin. Adanya janji imbal hasil tetap dan komisi perekrutan member baru turut membuat modus ini termasuk dalam investasi ilegal.
Baca Juga: Satgas Waspada Investasi Sebut Kerugian Masyarakat akan Investasi Bodong Terus Bertambah
ongam juga menyebutkan bahwa penasihat investasi keuangan tanpa izin OJK juga merupakan modus investasi ilegal. Salah satu kasusnya yakni kasus Jouska. Jouska mengiklankan diri sebagai financial planner padahal izin yang dimiliki adalah kegiatan jasa pendidikan lainnya.
Selain itu, modus money game juga menjadi salah satu yang paling marak terjadi. Tongam mengatakan bahwa bentuknya bermacam-macam seperti like dan view post di media sosial dengan paket referral, skema ponzi dengan modus belanja online, jasa pengisian isi ulang pulsa dengan memberikan bonus berjenjang, hingga tebak skor.
"Hati-hati modus money game. Money game digemari karena orang pertama diuntungkan, yang rugi itu yang datang belakangan," katanya.
Tongam memperingatkan mengenai modus social engineering (soceng) yang menyasar kondisi psikologis korban. Modus ini merupakan rekayasa sosial dengan memanipulasi psikologis manusia. Salah satu bentuknya meliputi info perubahan tarif bank, ketika penipu berpura-pura menjadi pegawai bank dan menyampaikan perubahan tarif transfer. Selanjutnya, penipu akan meminta korban mengisi link formulir terkait data diri korban seperti OTP, PIN, serta password.
Bentuk lain soceng meliputi penawaran menjadi nasabah prioritas, tawaran menjadi agen laku pandai, serta akun layanan konsumen palsu. Penipu akan meminta seluruh data diri korban, yang nantinya bisa digunakan untuk menguras rekening milik korban.
"Jangan percaya link dari yang tidak dikenal, menawarkan jadi masabah prioritas. Ini orang tidak bertanggungjawab karena bank tidak melakukan itu. Awareness harus kita bangun, jangan percaya siapapun, akan merugikan kita," katanya.
Sejak 2017 lalu hingga tahun ini, kasus investasi ilegal paling banyak terjadi pada tahun 2019 dengan jumlah 442 kasus. Terbaru, catatan OJK pada 2022 telah mendata sejumlah 97 kasus investasi ilegal di Indonesia.