Jakarta, Gatra.com- Bareskrim Polri membuka peluang menetapkan tersangka perorangan dalam kasus gagal ginjal akut yang menewaskan ratusan anak. Tersangka perorangan tengah didalami.
"Kita kan sedang dalami ya, apakah peran itu dilakukan oleh perorangan atau koorporatif Kita harus bisa membedakan itu," kata Direktur Tindak Pidana Tertentu (Dirtipidter) Bareskrim Polri Brigjen Pipit Rismanto saat dikonfirmasi, Senin, (21/11).
Menurut Pipit, tidak melulu dalam penetapan tersangka itu bermula dari tersangka perorangan. Sebab, kata dia, Polri bekerja dari proses subjektif guna mendalami perbuatan apakah dilakukan korporasi atau perorangan.
"Contoh, CV Samudra Chemical misalnya dia mengoplos itu, itu yang melakukan itu badan usaha, tapi yang membuat kebijakan itu siapa, lah itu bisa masuk perorangan," ungkap Pipit.
Pipit mengatakan hal itu sama halnya dengan produsen obat. Dia menyebut polisi akan melihat sistem pengawasannya disertai proses produksi. Guna melihat kebijakan terstruktur oleh regulasi atau ada kesengajaan untuk menyimpang dari kebijakan oleh pejabatnya.
"Nah, itu nanti baru kita lihat. Karena kita harus dalami dulu ya," ungkap jenderal bintang satu itu.
Dittipidter Bareskrim Polri telah menetapkan dua perusahaan sebagai tersangka korporasi, yakni PT Afi Farma Pharmaceutical Industries dan CV Samudra Chemical. PT Afi Farma diketahui tak melakukan quality control atau pengendalian mutu terhadap bahan baku yang digunakan untuk memproduksi obat sirop.
PT Afi Farma hanya menyalin data yang diberikan supplier tanpa dilakukan pengujian dan quality control untuk memastikan bahan tersebut dapat digunakan untuk produksi. PT Afi Farma juga sengaja dan sadar melakukan pengujian bahan tambahan propilen glikol (PG) yang ternyata mengandung etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG) melebihi ambang batas. PT Afi Farma mendapat bahan baku PG tersebut dari CV Samudera Chemical.
PT Afi Farma selaku korporasi disangkakan Pasal 196 Jo Pasal 98 ayat (2) dan ayat (3) Jo Pasal 201 ayat (1) dan/atau ayat (2) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, dan Pasal 62 ayat (1) Jo Pasal 8 ayat (3) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Dengan ancaman hukuman 10 tahun penjara dan denda paling banyak Rp2 miliar.
Sementara itu, CV Samudra Chemical diketahui mengoplos bahan baku obat menggunakan propilen glikol atau bahan pelarut. CV itu disangkakan Pasal 196 Jo Pasal 98 ayat (2) dan ayat (3) dan/atau Pasal 60 angka 4 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja Perubahan Atas Pasal 197 Jo Pasal 106 Jo Pasal 201 ayat (1) dan/atau ayat (2) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dan Pasal 62 Jo Pasal 8 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen Jo pasal 55 dan/atau pasal 56 KUHP. Dengan ancaman 15 tahun penjara dan denda maksimal Rp2 miliar.
Total sudah ada empat perusahaan menjadi tersangka korporasi dalam kasus ini. Deputi Penindakan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) juga menetapkan dua perusahaan farmasi sebagai tersangka.
Keduanya ialah PT Yarindo Farmatama dan PT Universal Pharmaceutical Industries. Kedua perusahaan farmasi itu ditetapkan sebagai tersangka karena memproduksi obat sirop mengandung etilen glikol (EG)dan dietilen glikol (DEG). Cemaran EG dan DEG pada obat sirop produksi kedua perusahaan ini melebihi ambang batas aman, yang menimbulkan kasus gagal ginjal akut atau Gangguan Ginjal Akut Atipikal Progresif (GgGAPA) di Indonesia.