Jakarta, Gatra.com - Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami, Daryono mengatakan wilayah Sukabumi, Cianjur, Lembang, Purwakarta dan Bandung secara tektonik merupakan kawasan seismik aktif dan kompleks. Dengan demikian, gempa bumi sering terjadi di daerah tersebut.
"Aktivitas seismik juga menunjukkan kawasan ini memang seringkali terjadi gempa dengan variasi magnitudo dan kedalaman," ungkap Daryono dalam konferensi pers, Senin (21/11).
Adapun wilayah Jawa Barat bagian selatan itu, kata Daryono sangat kompleks karena dilewati oleh jalur gempa seperti sesar C, sesar Padalarang, sesar Cirata serta sesar minor lainnya. Kompleksitas tektonik ini berpotensi memicu terjadinya gempa dangkal, menjadi kawasan tersebut menjadi rawan gempa secara permanen.
Baca Juga: Gempa Bumi Magnitudo 5,6 di Cianjur, Getaran Terasa Kuat di Jakarta
Menurut dia, karakter gempa di Kawasan Cianjur, Sukabumi, hingga Bandung tidak harus berkekuatan besar untuk menimbulkan kerusakan yang parah. Rata-rata kedalaman gempa yang dangkal membuat kekuatan gempa kurang dari magnitudo 7 saja bisa menyebabkan kerusakan bangunan yang signifikan.
"Rata-rata kedalaman gempa kurang dari 10 km," ujarnya.
Ia menjabarkan, berdasarkan catatan sejarah gempa yang terekam di kawasan itu, pertama kali pada 1844. Kemudian pada 1910 gempa bumi merusak di wilayah Cianjur dan sekitarnya.
Pada 21 Januari 1919, menurut Daryono juga tercatat gempa bumi yang merusak bangunan di perbatasan Cianjur dan Sukabumi. Pada 2 November 1968 gempa bumi magnitudo 5,4 menimbulkan banyak rumah roboh; 10 Februari 1982 gempa berkekuatan magnitudo 5,5 menyebabkan kerusakan parah dan korban jiwa, serta 12 Juli 2000 gempa magnitudo 5,1 menyebabkan lebih dari 1900 rumah rusak berat di kawasan selatan Jawa Barat itu.
"Terakhir kali tercatat pada 14 november 2022 terjadi tiga gempa secara berurutan dengan kekuatan M4,1; 3,3; 2,6 di danau Cirata, masyarakat merasakan," ungkapnya.
Baca Juga: Gempa Bumi di Cianjur, BMKG: Terjadi 25 Kali Gempa Susulan
Karena karakteristik wilayah Sukabumi, Cianjur, Padalarang, Purwakarta hingga Bandung rawan gempa dangkal, Sudaryono menyarankan agar edukasi dan mitigasi bencana gempa perlu digencarkan. Penelitian lebih lanjut terkait identifikasi jalur gempa sesar aktif terbaru perlu dilakukan.
Menurutnya, masyarakat di kawasan ini sebaiknya memilih bahan bangun yang ringan untuk menekan jumlah korban jiwa saat kejadian gempa terulang.
"Perlu ada kajian mitigasi dan resiko gempa bumi secara komprehensif. Mitigasi harus dilakukan non struktural dan edukasi," imbuhnya.