Aceh Barat, Gatra.com - Kamaruzaman perlahan membuka pintu pagar kebunnya untuk menengok hamparan tanaman kelapa sawit yang sudah tumbuh subur di kawasan Gampong Tegal Sari Kecamatan Pante Ceureumen Kabupaten Aceh Barat Provinsi Nangroe Aceh Darussalam, dua hari lalu.
Dari lahan seluas satu hektar yang dikeliling pagar seadanya itu, saban 15 hari, lelaki 52 tahun ini sudah bisa memanen sekitar 800 kilogram Tandan Buah Segar. Padahal, sawit di kebun itu baru dia tanam pada 2019 lalu.
"Kebun ini sengaja saya pagar supaya sapi dan binatang lain tidak masuk. Di sini lawan kita memang binatang-binatang itulah," ujar ayah 4 anak ini. Matanya tertuju pada tandan buah yang sudah mengkal.
Di Gampong Seumara kecamatan yang sama, Amirul Akbar sudah juga bisa memanen sekitar 700 kilogram TBS tiap 15 hari. Umur tanaman sawitnya itu sama dengan milik Kamaruzaman.
Heri Azmi, sudah pula bisa mengantar 1,2 ton TBS dari kebunnya seluas 3,5 hektar. Padahal tanaman sawitnya yang berada di Gampong Mugo Rayek Kecamatan Panton Reu itu setahun lebih muda dari milik Kamaruzaman. Sekali dua minggu Heri panen.
Sumringah Said Alwie di Gampong Peulanteu Lambalek Kecamatan Arongan Lambalek juga merekah. Empat hektar tanaman kelapa sawit lelaki 44 tahun ini juga sudah tumbuh subur dan sudah bisa dipanen.
Semua orang yang ditemui Gatra.com di masing-masing kebunnya itu mengaku tak pernah menyangka bakal ketiban rezeki melalui program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) itu.
Lantaran tak pernah menyangka itulah makanya awal-awal program itu dikasi tahu oleh Koperasi Produsen Mandiri Jaya Beusaree, banyak petani tak percaya.
"Waktu saya meminta KTP, mereka menyangka mau dipakai untuk kepentingan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada)," ayah 4 anak ini tertawa mengenang.
Ada juga petani itu kata Ketua Kelompok Tani Makmur Jaya ini yang percaya bantuan itu ada, tapi tak percaya kalau besarannya seperti yang dibilang Kamaruzaman; Rp25 juta per hektar. "Ah, paling juga dikasi bantuan bibit," Kamar menirukan cibiran salah seorang anggotanya.
Singkat cerita, setelah sekitar dua tahun ditunggu, program PSR itu rupanya benar adanya. Tak ketulungan gembiranya para petani itu.
Uniknya, semua petani ini hanya memanfaatkan dana yang Rp25 juta per hektar tadi hingga tanaman sawitnya seperti sekarang.
Kalaupun ada tanaman yang rusak, paling lantaran dihajar oleh binatang yang meringsek masuk ke kebun. "Kami tidak mau berutang. Biarlah uang yang ada saja," begitulah alasan petani kata Kamar.
Kamar maupun Alwie sama-sama cerita, sekitar 40 persen peserta PSR itu membikin tanaman sela. Kamar menanam kacang tanah. Sekali panen dia bisa mengantongi untung bersih Rp18 juta.
Alwie sendiri menanam semangka. Sekali panen dia bisa mengantongi duit Rp48 juta. "Sempat enam kali saya panen," katanya.
Soal pengerjaan PSR itu, ayah empat anak ini mengatakan begini; mana yang harus dikerjakan secara mekanis, dipakai alat mekanis. Yang bisa dikerjakan petani, diserahkan kepada petani.
"Ada tata caranya, ada Rencana Anggaran Biaya (RAB) nya. Semua itu ditunjukkan pengurus koperasi kepada petani. Termasuk bibit yang harus bersertifikat, kami juga tahu. Bibitnya dari PPKS Medan. Saat pengerjaan, tiap bulan, pengurus koperasi dan dinas datang mengontrol," terangnya.
Lantaran petani sudah tahu semuanya kata Alwie, mereka meminta semua itu dijalankan. "Kalau sedikit saja ada hal menyimpang dilakukan oleh pengurus koperasi, petani pasti ribut. Karakter petani di sini memang seperti itu, kritis dan tak mau haknya diambil, walau secuil pun," katanya.
Alhamdulillah kata Alwie, sampai hari ini tak ada petani yang ribut. "Soalnya semuanya transparan. Kalau misalnya di luar sana ada yang ribut-ribut soal PSR ini, pasti bukan petani penerima PSR," Alwie memastikan.
Bagi Alwie, tanaman hasil program PSR ini benar-benar beda dengan tanaman dia sebelumnya. "Kalau dulu, empat tahun sawit saya tanam, belum juga berbuah. Sekarang, dua tahun saja sudah berbuah. Kami sangat berterimakasih kepada BPDPKS atas program ini. Mudah-mudahan ini terus berlanjut biar petani yang belum kebagian, dapat kebagian," katanya.
Apa yang dibilang para petani tadi membuat mata Ketua Koperasi Produsen Mandiri Jaya Beusaree, Zamzami, berkaca-kaca. Terbayang oleh lelaki 52 tahun ini segimana tunggang langgang nya dia mengurusi segala kelengkapan persyaratan para petani tadi supaya bisa ikut PSR.
"Sangat melelahkanlah sebenarnya. Teramat banyak berkas yang musti disiapkan dan diserahkan. Saya enggak ingat lagi berapa kali saya bolak-balik ke Jakarta terkait PSR ini. Alhamdulillah, sekarang rasa lelah itu terbayarkan. Saya senang semua petani yang tergabung di koperasi sumringah," cerita Zamzami saat berbicang dengan Gatra.com di kantor koperasi nya di kawasan Jalan Singgah Mata II Kecamatan Johan Pahlawan Meulaboh, dua hari lalu.
Ayah tiga anak ini ditemani sejumlah anak buahnya; Samsul Ghani, Remi Agustina, Novizal dan Donal Oktaria Sarteri.
Remi menyodorkan data, sampai saat ini sudah 10 tahap pelaksanaan PSR di Aceh Barat. Tahapan itu tersebar di 11 kecamatan.
Dari sekitar 2.740 hektar lahan PSR, 1.883 hektar sudah tertanam. "Dari luasan lahan PSR tadi, lahan yang sudah dibersihkan sebenarnya sudah sekitar 2.214 hektar. Tapi yang 331 hektar belum ditanam. Lalu 495 hektar belum dikerjakan. Semua ini terjadi lantaran dana yang sudah ada di rekening, dari tahun lalu diblokir," kata Remi.
Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (DPP-Apkasindo), Gulat Medali Emas Manurung, benar-benar memuji kekompakan dan kemandirian para petani kelapa sawit di Aceh Barat itu.
"Ini luar biasa. Dikelola bersama, kekurangan dana dari BPDPKS ditalangi sendiri, tanpa pakai duit pinjaman bank. Mereka sangat berhemat dan cerdas dalam mengelola dana dari BPDPKS itu. Sejak tahun 2016 PSR bergulir, belum pernah saya melihat dan menerima laporan PSR sebagus ini. Semuanya transparan, dan kearifan lokal sangat kental terasa. Ini menjadi salah satu pendukung keberhasilan PSR di Aceh Barat ini," kata doktor lingkungan Universitas Riau di sela pertemuannya dengan para petani kelapa sawit Aceh Utara.
Upaya-upaya yang dilakukan para petani itu kata Gulat, tentu patut disupport oleh semua pihak, termasuk Aparat Penegak Hukum, agar para petani ini semakin sejahtera.
"Sebab dengan PSR lah Petani bisa bangkit dan berlari meningkatkan produktivitas dan alam pun makin terjaga lestari," ujar ayah dua anak ini.
Abdul Aziz