Jakarta, Gatra.com – Pakar hukum tata negara dari Universitas Krisnadwipayana (Unkris) Jakarta, Dr. Muchtar Herman Putra, S.H., M.H., mangatakan, Mahkamah Agung (MA) tidak bisa dibubarkan meski sejumlah hakim kerap terjaring operasi tangkap tangan (OTT) karena terlibat korupsi.
“Mahkamah Agung (MA) tidak bisa dibubarkan,” kata Muchtar dalam webinar bertajuk “Mendesak Reformasi Hukum Total” pada Jumat petang (18/11).
Baca Juga: Jokowi Didesak Segera Reformasi Total MA
Muchtar mengungkapkan, belakangan ini kembali menyeruak seruan agar MA dibubarkan setelah dua hakim agung, yakni Sudrajad Dimyati dan Gazalba Saleh? serta beberapa pegawai MA kembali terjerat kasus suap jual beli perkara.
“Banyak masyarakat sekarang menghujat MA. Ketika Sudrajad ditangkap tangan, itu tidak begitu ramai, tapi sekarang ada yang minta MA dibubarkan. Rakyat sudah jenuh, minta [MA] dibubarkan,” ujarnya.
Ia menjelaskan, MA tidak bisa dibubarkan karena memang lembaga yudikatif tesebut tidak boleh dihilangkan. Pasalnya, sesuai konsep Trias Politica, sistem pemerintahan terdiri dari 3 lembaga negara.
Adapun ketiga lembaga negara tersebut, yakni eksekutif atau pemerintahan, legislatif (DPR), dan yudikatif (atau peradilan). Adapun yang boleh dilakukan adalah mereformasi MA, di antaranya memecat hakim-hakim yang tidak berintegritas dan profesional.
“Yang boleh itu kata Pak Prof. Gayus [Lumbuun], airnya ditumpahkan yang kotornya, baru ember itu diisi ulang [air besih/pejabat bersih],” katanya.
Selain itu, lanjut Muchtar, Komisi Yudisial (KY) selaku lembaga yang merekrut calon hakim, jangan lagi mengusulkan calon-calon hakim agung yang berpotensi tidak profesional dan berintegritas atau disebut dengan istilah sampah (garbage).
“Jangan sampah yang dimasukkan sebagaimana disampaikan Prof. Faisal [Santigo]. Tapi kebutuhan objektif yang dimasukkan, yaitu calon-calon hakim itu bukan hanya kredibel dan kapabel, tetapi punya loyalitas terhadap bangsa, Negara, dan rakyat,” ucapnya.
Ia menjelaskan, KY merupakan cita-cita dari Reformasi, yakni membentuk tiga komisi adalah KY, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dan Mahkamah Konstitusi (MK). Sedangkan MK, menguji Undang-Undang (UU) yang dianggap bertentangan dengan konstitusi Udang-Undang Dasar (UUD) 1945. “KPK dalam rangka meberantas koruptor,” katanya.
Baca Juga: LEHI Minta Jokowi Reformasi Hukum di Sisa Masa Jabatannya
Adapun KY, lembaga yang “memproduksi” calon-calon hakim agung yang betul-betul mencintai Republik ini. KY ini merupakan bagian hulu untuk melahirkan benteng terakhir yang menjadi wakil Tuhan di bumi.
“Jangan ada lagi teriakkan dari masyarakat, hukum tajam ke bawah tumpul ke atas, kita sebagai akademisi, malu,” ucapnya.