Jakarta, Gatra.com - Korban Tragedi di Stadion Kanjuruhan sambangi Bareskrim Polri. Kedatangan keluarga korban untuk membuat laporan polisi dan meminta keadilan terkait dengan peristiwa berdarah di stadion tersebut.
"Pagi ini kami tim kuasa hukum bersama 50 orang terdiri dari korban penyintas dan juga keluarga korban, hari ini mengunjungi Bareskrim Mabes Polri dengan agenda yaitu membuat laporan polisi terkait dengan peristiwa 1 Oktober 2022 di Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang," kata kuasa hukum korban, Anjar Nawan Yusky di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta, Jumat (18/11).
Anjar mengatakan, kedatangannya hari ini untuk mencari keadilan karena pengusutan perkara di Polda Jawa Timur yang tengah berjalan tidak mengakomodir perspektif dari korban.
Baca Juga: Keluarga Korban Kanjuruhan Temui Komnas HAM, Meminta Dibentuk Tim Penyelidikan Ad Hoc
"Dengan demikian, masyarakat Malang, khususnya korban Aremania merasa kurang ada keadilan di sana karena tidak sesuai fakta yang sebenarnya," ujar dia.
Dalam pelaporan hari ini, pihak korban meminta polisi memproses kasus tersebut dengan berbagai pasal, mulai dari pasal terkait pembunuhan berencana hingga kekerasan terhadap anak.
"Tindak Pidana yang mengakibatkan matinya orang sebagaimana diatur dalam Pasal 338, 340, 351 Ayat (3), 353 Ayat (1), dan (2) 354 Ayat (2) KUHP. Tindak pidana penganiayaan yang berakibat luka sebagaimana diatur dalam Pasal 351 Ayat (1), 351 Ayat (2), 353 Ayat (1), dan (2) 354 Ayat (1) KUHP," kata dia.
"Tindak pidana kekerasan terhadap anak yang berakibat anak luka Pasal 76C juncto Pasal 80 Ayat (1) & ayat (2) UU Perlindungan Anak. Anak mati Pasal 76C juncto Pasal 80 Ayat (3) UU Perlindungan Anak," ujarnya.
Dalam pelaporan hari ini, pihaknya juga turut membawa barang bukti, termasuk rekam medis para korban. Anjar mengatakan, dalam perkara yang diusut di Polda Jatim tidak dicantumkan secara rinci rekam medis para korban tersebut.
"Jadi di laporan model A atau laporan yang berjalan di Polda Jatim, kami duga di sana tidak menjelaskan secara gamblang sebenarnya apa akibat luka ini," ujarnya.
Menurutnya, luka tersebut jumlahnya banyak, tidak hanya patah tulang. Karena patah tulang seperti yang ada di perkara berjalan di Polda Jatim, itu seolah-olah nanti korbannya karena terinjak Injak. "Padahal banyak, ada korban mata merah, ada korban sesak napas, itu kami bawa semua buktinya," ucap dia.
Dalam laporan kali ini, tim kuasa hukum akan melaporkan Kapolda Jawa Timur yang pada saat itu dipimpin oleh Irjen Pol. Nico Afinta dan melaporkan Kapolres Malang AKBP Ferli Hidayat.
Sekjen Federasi KontraS, Andy Irfan, yang juga turut mendampingi, mengatakan, Pasal 359 dan 360 KUHP tidak akan mampu membuktikan semua tindak pidana yang terjadi saat tragedi Kanjuruhan.
Baca Juga: Bantu Ungkap Tragedi Kanjuruhan, LPSK Beri Perlindungan Terhadap 18 Saksi Korban
"Di antaranya, adanya dugaan pembunuhan, pembunuhan berencana, penyiksaan, penyiksaan hingga MD, kekerasan kepada anak, kekerasan kepada perempuan, dan hal lain. Laporan sekarang dari korban itu untuk kita menyampaikan fakta fakta yang selama ini belum dilihat secara utuh oleh penyidik polisi di Jatim," tuturnya.
Andy mengatakan, hari ini pihak korban akan melaporkan mantan Kapolda Jawa Timur, Inspektur Jenderal Nico Afinta dan Kapolres Malang, AKBP Ferly, sebagai perwira yang bertanggung jawab saat peristiwa tersebut terjadi. Selain itu, semua anggota kepolisian yang memiliki andil dalam kasus tersebut juga dilaporkan.
"Pihak yang paling bertanggung jawab tentu saja perwira paling tinggi di Polda Jatim waktu itu, yaitu pak Kapolda. Detailnya tentu kita tidak hafal seluruhnya, tapi semau personel polisi yang di lapangan, yang jadi eksekutor perwira polisi di lapangan yang memimpin dan perwira yang tidak di lapangan yang mengetahui dan punya urutan terkait pengerahan pasukan di Kanjuruhan," katanya.