Palembang, Gatra.com - Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) dan Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) menolak penambahan lift yang akan dibangun dengan dalih pariwisata.
Pembangunan lift tersebut dicanangkan sebagai akses menuju puncak menara Jembatan Ampera yang akan dibangun oleh Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional (BBPJN) Sumsel dalam waktu dekat.
Ppenambahan fasilitas ini menjadi salah satu akses para wisatawan yang akan berkunjung ke Ampera untuk bisa melihat landscape Kota Palembang. Namun, pembangunan lift itu dinilai justru akan memiliki dampak besar bagi kelestarian Jembatan Ampera yang saat ini berstatus Objek Diduga Cagar Budaya (ODCB).
Hal itu disampaikan langsung oleh Ketua Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) Sumsel, Retno Purwanti mengatakan jika ia khawatir Jembatan Ampera akan kehilangan marwahnya sebagai ikon Kota Palembang.
"Jembatan Ampera ini kan ikon dari Kota Palembang dan saya justru khawatir kalau ada penambahan lift seperti itu justru akan bisa merusak citra jembatan Ampera. Disamping itu ini akan merusak kelestarian jembatan tertua di Palembang tersebut," katanya pada Kamis, (17/11).
Retno mengatakan, alasan yang diberikan Pemkot Palembang soal penambahan fasilitas lift dengan dalih pemeliharaan dan pariwisata dinilai tidak ada satupun yang dapat dibenarkan, terlebih apabila alasannya merujuk pada peningkatkan minat wisatawan di Kota Palembang guna mendongkrak pertumbuhan ekonomi.
"Menurut saya sampai sejauh ini tidak ada alasan yang mendesak untuk pemasangan lift menuju puncak menara, baik karena alasan pemeliharaan ataupun wisatawan," sambungnya.
Dikhawatirkan olehnya kedepan lift tersebut akan terbengkalai, kemudian dengan alasan kedua yakni kebutuhan pariwisata dia juga menegaskan penggunaan menara Jembatan Ampera untuk melihat pemandangan dari atas kota akan sangat berbahaya mengingat kapasitas beban Jembatan Ampera akan semakin bertambah.
"Kalau memang masyarakat ingin melihat pemandangan dari atas, apakah kajian akademik sudah dilakukan? Jangan-jangan nanti saat dijadikan sebagai objek wisata, itu hanya akan merusak jembatan saja," ungkapnya.
Hingga saat ini pemerintah melalui BBPJN hanya melakukan kajian teknis tanpa kajian akademis, dimana dalam kajian tersebut pembahasan terkait pelestarian cagar budaya sangat penting untuk dipertimbangkan.
"Nah kajian pelestarian inikan belum dilakukan yang untuk pemasangan lift itu, yang baru dilakukan oleh mereka kan kajian teknis, katakanlah menyangkut kekuatan tumpu jembatan untuk menahan beban lift dan juga efek naik-turunnya lift terhadap struktur kekuatan dan struktur jembatannya. Dari sisi pelestarian, itu belum ada sama sekali, padahal itu sangat penting," tegasnya.
Bahkan Retno mengatakan jika rencana penambahan lift di Jembatan Ampera itu sama sekali tidak koordinasi dan melibatkan peran dari Tim Ahli Cagar Budaya dan Badan Pelestarian Kebudayaan di Sumsel. Ia juga menyayangkan tindakan serta kebijakan yang dilakukan pemerintah sebab khawatir pembangunan itu dilakukan tanpa pertimbangan mendalam.
"Dalam hal ini Sumatera Selatan sudah ada Badan Pelestarian Kebudayaan, kenapa tidak koordinasi ke mereka dulu karena itu lembaga resmi yang menangani pelestarian cagar budaya, tanpa ada dialog itu, ya ga usah. Kalau secara pribadi saya menolak. Kita juga gapernah diajak bicara, berdialog dan koordinasi, katanya udah ada pengerjaan penguatan pondasi, dan saya juga dengar dari teman-teman media tanggal 18 sudah akan dipasang liftnya," tambah dia.
Bahkan, dibandingkan dengan penambahan lift, dia lebih sepakat apabila fungsi Jembatan Ampera ini dikembalikan seperti saat awal pembangunannya dengan konsep up and down, dimana konsep ini lebih mempunyai ikonik, sebab hanya Jembatan Ampera yang punya fungsi up and down di Asia Tenggara.
"Kan Jembatan Ampera ini punya nilai sejarah yang tinggi, jembatan yang pertama kali dibuat di Palembang pasca kemerdekaan jadi daripada ditambah lift lebih baik dikembalikan lagi fungsi awalnya yang bisa naik turun, ini tidak dilakukan lagi karena alasan macet dan hilangnya hidrolik jembatan,
Dan bila pemerintah bermaksud mengembalikan marwah Jembatan Ampera dengan menambahkan lift, lebih baik dilakukan juga lagi kecanggihan Jembatan Ampera yang seperti itu," pungkasnya.
Tak hanya Retno, Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Sumsel sekaligus Tim Cagar Budaya Sumsel, Aufa Syahrizal mengatakan bahwa pembangunan lift perlu untuk dilakukan kajian lebih dahulu sebelum mengambil keputusan.
"Saya berbicara sebagai Tim Ahli Cagar Budaya bukan Kadis Pariwisata yang melihat Ampera ini menjadi salah satu cagar budaya, saya kira bila Pemkot ingin menambah lift artinya akan ada perubahan konstruksi yang seyogyanya harus meminta masukan terlebih dahulu dengan tim ahli," katanya.
Dia mewanti-wanti, jangan sampai rencana tersebut dilakukan semata-mata hanya karena nafsu, mengingat sebelumnya ada kasus serupa yang tak melibatkan TACB.
"Kemudian setiap cagar budaya sudah dilindungi oleh Undang-Undang Cagar Budaya, jangan sampai Kasus Pasar Cinde terulang kembali, karena kepentingan oknum yg tidak melibatkan TACB dan mengabaikan Undang-Undang Cagar Budaya," tegasnya.
Terlebih untuk bisa menerima pengakuan dan sertifikasi cagar budaya diterangkannya bukanlah sebuah pekerjaan yang mudah sehingga perlu waktu panjang.
"Kalau begini tidak heran banyak bangunan atau peninggalan sejarah dan budaya di Kota Palembang yabg belum tersertifikasi sebab prosesnya yang panjang dan perlu kajian mendalam, jangan sampai karena ini sertifikasi Ampera hilang dan tidak diakui karena kesalahan kecil," pungkasnya.