Jakarta, Gatra.com – Ketua Umum (Ketum) Asosiasi Pengajar Hukum Adat (APHA), Dr. Laksanso Utomo, mengatakan, Samin Surosentiko, menanamkan spirit menjaga keselarasan alam dan ketahanan pangan.
“Spirit perjuangan dari Mbah Samin Surosentiko kita bisa mempertahankan kespiritan ini, juga untuk mempertahankan lingkungan,” kata Laksano dalam webinar bertajuk “Samin Surosentiko & Petani Pahlawan Pangan” baru-baru ini.
Spirit tersebut terus dijaga oleh keturunan dan pengikut Mbah Samin, khususnya yang ada di sekitar Gunung Kendeng. Mereka berupaya menjaga dan mempertahankan gunung tersebut karena adanya pabrik semen.
Baca Juga: Samin Surosentiko Gigih Lawan Belanda dan Menjaga Alam
“Yang saat ini sedang diperjuangkan sedulur sikep berserta di luar sedulur sikep yang sadar bagaimana kelestarian itu dijaga,” ujarnya.
Ia mengungkapkan, ini merupakan salah satu yang sedang dihadapi oleh keturunan dan pengikut Mbah Samin karena gunung tersebut terancam ditambang untuk bahan baku semen.
“Beberapa yang teman-teman perjuangkan saat ini adalah mempertahankan Gunung Kendeng karena Gunung Kendeng adalah salah satu mata air, gunung merupakan sumber air untuk mengairi persawahan mereka,” ucapnya.
Penentangan pembangunan pabrik semen tersebut terus dilakukan sehingga sedulur sikep keturunan Mbah Samin ini dicap pembangkang. Padahal, mereka itu ingin menjaga kelestarian alam dan ketahanan pangan.
“Justru kita harus belajar dari teman-teman sedulur sikep, menghormati lingkungan, gunung sebagai sumber mata air dan itu mengairi sawah mereka. Ini merupakan pelajaran bagi teman-teman yang ada di kota,” ujarnya.
Pria yang karib disapa Laks ini, lebih jauh menyampaikan, kadang-kadang kita merasa lebih pintar tetapi saat melihat kearifan lokal mereka berbalik. Pada saat terjadi pertentangan kemudian menghindar.
“Beberapa spirit dari Mbah Samin Surosentiko yang sangat diyakini oleh teman-teman sedulur sikep, saya sangat memberikan apresiasi,” ucapnya.
Baca Juga: Sekelumit Kisah Sedulur Sikep di Kudus
Sikap sedulur sikep ini merupakan kearifan lokal yang telah ditanamkan para leluruhnya, khususnya Mbah Samin. Mereka menjaga alam agar alam memberikan keberlangsungan kehidupan.
Menurutnya, kalau Gunung Kendeng kemudian ditambang, maka sedulur sikep akan kehilangan sumber air untuk mengairi sawahnya. Penambangan akan memaksa sedulur sikep tidak dapat bertani.
“Andai kata tidak bertani, dia harus apa, apakah menjadi profesi yang lain? Kan enggak mungkin. Jadi pemerintah daerah harus memikirkan itu, ini salah satu kehidupan dan jalan hudup mereka,” katanya.