Padang, Gatra.com - Angka kekerasan seksual terhadap anak mengkawatirkan di Sumatera Barat (Sumbar). Saat ini disebut sudah dilaporkan 393 lebih kasusnya yang ditemukan.
Pernyataan itu diungkapkan Sukarma, mewakili Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (P3AP2KB), pada Bimbingan Teknis Perlidungan Anak dari Kekerasan Seksual pada Selasa, (15/11) di Padang.
"Tanggung jawab orang tua terhadap anak sangat penting, namun harus ada dukungan dari masyarakat. Menjaga antar sesama dan peduli dengan masalah kekerasan seksual pada anak," kata Sukarma.
Dia mencatat, data dari Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI-PPA) terhitung 31 Oktober 2022 terdapat 371 kasus. Namun rinciannya, 70 kasus kekerasan fisik, 77 kasus psikis, 227 kasus seksual, 3 kasus eksploitasi, 2 kasus trafficking, dan 14 kasus penelantaran, sehingga total 393 kasus.
Dari data itu, kasus kekerasan seksual dengan tempat kejadian sering terjadi di rumah tangga, yakni 226 kasus. Jadi kasus kekerasan seksual sangat mendominasi, dan dengan rentang usia anak yang jadi korban terbanyak berkisa13-17 tahun.
"Kekerasan seksual pada anak merupakan tingkat kekerasan yang paling tinggi jika dibandingkan dengan kekerasan fisik dan psikologis," ujarnya.
Menurutnya, kasus kekerasan ini seperti fenomena gunung es. Kasus-kasus yang terungkap dan terlaporkan jumlahnya lebih sedikit dibandingkan dengan kasus yang terjadi di masyarakat. Untuk meminimalisir, sangat penting sinergisitas dalam perlindungan terhadap semua anak.
Secara umum kekerasan seksual pada anak ialah bentuk paksaan dalam aktivitas seksual, di antaranya melihat, meraba, pencabulan dan pemerkosaan. Pada umumnya masyarakat mendefinisikan kekerasan seksual itu hanya dalam bentuk pemerkosaan saja.
Padahal, bagianya segala aktivitas seksual yang dilakukan oleh orang dewasa kepada anak dalam bentuk paksaan juga merupakan bagian kekerasan seksual, walaupun hanya sebatas paksaan untuk melihat bagian intim seorang anak tersebut.
"Kita harapan kegiatan ini, bisa bersinergi dapat meningkatkan kesadaran melindungi anak dari kejahatan dan kekerasan seksual," harap Sukarma.
Sementara, Anggota Komisi IV DPRD Sumbar, Evi Yandri Rj Budiman yang turut hadir saat itu, mengakui angka kekerasan terhadap anak di Sumbar sangat mengkawatirkan. Kekerasan itu tak hanya terhadap anak perempuan, tapi juga menimpa anak laki-laki.
"Anak itu ada laki-laki dan perempuan. yang menjadi korban itu kebanyak perempuan, tanpa kesadaran kekerasan juga terjadi pada lak-laki," tuturnya.
Dari data laporan 300 lebih kasus kekerasan pada anak itu, menurutnya banyak yang tidak terpublikasi. Jika semua kasus dilaporkan, kemungkinan bisa empat kali lipat dari data yang ada saat ini. Jadi ini sangat mengkhawatirkan kita, tegasnya.
Dia berharap, terkait kasus ini pentingnya Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PATBM). Dengan harapan bisa menjadi wadah, atau penggerak untuk memanimalisir anak dari kekerasan. Termasuk terfasilitasi melindungi hak-hak anak.
Ketua Panitia PATBM, Rosmadeli menanggapi, salah satu upaya perlindungan bagi anak yakni dengan menjalin komunikasi, integrasi dan sinergisitas semua pihak. Mulai dari memantau dan mengevaluasi langkah-langkah pencegahan dan penanganan kasus kekerasaan yang terjadi.
"Jadi ini upaya kita mencegah agar tindak kekerasan terhadap anak tidak terulang lagi," pungkasnya di hadapan 54 peserta, DP3AP2KB Sumbar, UPPA Polda, PKBI, DP3AP2KB Padang dan Fasilitator PATBM Sumbar.