Jakarta, Gatra.com – Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Ketut Sumedana, di Jakarta, Rabu (16/11), mengatakan, para saksi mengungkapkan bahwa Permata Hijau Group (PHG) tidak memenuhi kewajiban penyaluran minyak goreng (Migor) dalam negeri atau domestic market obligation (DMO) sebesar 20%.
Ketut mengatakan, kelima saksi tersebut menyampaikan keterangan tersebut saat menjalani pemeriksaan sebagai saksi dalam sidang perkara dugaan korupsi pemberian fasilitas ekspor Crude Palm Oil (CPO) dan turunannya pada Januari 2021–Maret 2022 di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, kemarin.
Adapun kelima saksinya, lanjut Ketut, yakni David Virgo, Stephen Kurniawan, Vianna Illyani Ode, H. Hasanudin Harahap, dan A. Sin. Mereka memberikan keterangan untuk terdakwa Indrasari Wisnu Wardhana, Pierre Togar Sitanggang, Master Parulian Tumanggor, Stanley MA, dan Weibianto Halimdjati alias Lin Che Wei.
Baca Juga: Kejari Jakpus: Pejabat Kemendag Ungkap Eksportir Tak Pasok Migor dalam Negeri
Pada pokoknya, ujar Ketut, David menyampaikan bahwa PHG hanya memiliki 5% perkebunan inti dan sisanya melakukan pembelian dari perusahaan supplier lain. Hal tersebut tidak sesuai dengan Peraturan Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri No. 02/DAGLU/PER/1/2022.
Ia juga mengaku mengganti atau kompensasi dengan uang kepada perusahaan PT Bina Karya Prima terhadap minyak goreng curah sebanyak 200 MT yang telah disalurkan oleh perusahaan tersebut.
Hal tersebut tidak sesuai dengan kontrak antara Permata Hijau Group (PHG) dengan perusahaan PT Bina Karya Prima. Adapun perusahaan PT Bina Karya Prima juga merupakan produsen yang melakukan ekspor untuk Persetujuan Ekspor (PE), namun Permata Hijau Group (PHG) tetap bekerja sama dengan perusahaan PT Bina Karya Prima untuk memperoleh realisasi distribusi.
Kerja sama PHG dengan PT Bina Karya Prima itu dikarenakan ada arahan dari terdakwa Indrasari Wisnu Wardhana dan Weibinanto Limidjati alias Lin Che Wei dari mantan Menteri Perdagangan (Mendag) RI.
David juga menyampaikan, PHG tidak memenuhi DMO 20% dan realisasi minyak goring yang digunakan untuk permohonan tidak sesuai dengan distribusi kepada PT Bina Karya Prima serta materai yang dipergunakan pada surat realisasi dalam negeri dengan SPM dari PHG sama.
Stephen Kurniawan dalam persidangan tersebut menyampaikan bahwa terhadap kekurangan minyak goreng dari PHG diganti dengan uang terhadap minyak yang telah disalurkan oleh perusahaan PT Bina Karya Prima.
Menurutnya, hal tersebut tidak sesuai dengan kontrak antara PHG dengan perusahaan PT Bina Karya Prima. PT Bina Karya Prima dalam mendistribusikan minyak goreng miliknya berjenis premium namun diganti dengan minyak goreng curah oleh PHG.
Baca Juga: Kejari Jakpus: Keterangan Oke Nurwan Perkuat Dakwaan JPU Kasus Ekspor CPO
Selanjutnya Vianna Illyani Ode pada pokoknya menerangkan bahwa PHG tidak memenuhi DMO 20% dan terdapat realisasi yang tidak dipenuhi oleh PHG, sehingga tidak sesuai dengan kontrak PHG dengan PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI).
Begitupun saksi Hasanudin Harahap dan A. Sin, kata Ketut, pada pokoknya mereka menerangkan bahwa PHG tidak memenuhi DMO 20%. A. Sin juga menyampaikan bahwa terdapat realisasi yang tidak dipenuhi oleh PHG sehingga tidak sesuai dengan kontrak PHG dengan PT Rejeki Andalan.
“Sidang akan kembali dilanjutkan pada Rabu 16 November 2022 dengan agenda pemeriksaan saksi,” katanya.