Nusa Dua, Gatra.com – Presiden Dewan Eropa Charles Michel menyebut ajang Konferensi Tingkat Tinggi atau KTT G20 tahun ini adalah yang paling berat dalam sejarah. Alasannya karena Rusia sebagai salah satu anggota G20, justru terang-terangan menyerang Ukraina. Tindakan yang menyebabkan keretakan jalinan persahabatan antara negara-negara anggota G20 dan merambat menyebabkan beragam krisis global.
“Selamat untuk Presiden Jokowi. Kami bertemu di [KTT ASEAN] Kamboja, dan saya pikir Indonesia berhasil memimpin kedua hal ini,” ujar Michel dalam konferensi pers di Bali International Convention Center (BICC), Nusa Dua, Bali, Selasa (15/11).
Seperti diketahui, Indonesia menerima estafet keketuaan ASEAN dari Kamboja dan akan menjadi Ketua ASEAN pada 2023. Penyerahan keketuaan tersebut berlangsung pada Upacara Penutupan KTT Ke-40 dan Ke-41 serta KTT Terkait lainnya di Hotel Sokha Phnom Penh, Minggu (13/11).
Baca Juga: Jokowi: Jangan Biarkan Dunia dalam Perang Dingin, G20 Harus Jadi Katalis Ekonomi
Michel menilai KTT G20 tahun ini jauh berbeda jika dibandingkan dengan KTT G20 2022 di Roma, Italia. Saat itu tak ada konflik Rusia-Ukraina, sehingga pertemuan-pertemuan G20 berlangsung lebih bersahabat. Dia juga mengkritik posisi Rusia selaku anggota Dewan Tetap Dewan Keamanan PBB yang seharusnya turut menjaga perdamaian dunia.
Pada kesempatan yang sama, Michel mengaku belum ada kepastian seputar komunike final bersama antara kepala negara.
Meski demikian, Michel menjelaskan sejumlah komunike di tingkat sherpa sudah ada. Dia memuji bahwa hal tersebut merupakan pencapaian yang tinggi.
Baca Juga: Sempat Dikabarkan Sakit, Menlu Rusia Sergei Lavrov Tiba di KTT G20 Pagi Ini
"Komunike di level sherpa [hasilnya] positif. Ini perlu dikonfirmasi ke tingkat pemimpin tertinggi," imbuh Michel.
Presiden Rusia Vladimir Putin batal menghadiri pertemuan para pemimpin dari negara-negara G20 di Bali, baik secara langsung maupun daring. Delegasi Rusia kemudian diwakili oleh Menlu Sergei Lavrov.
Sebagai tuan rumah G20, Indonesia telah menolak tekanan dari negara-negara Barat termasuk Ukraina untuk tidak mengundang Putin dan mengeluarkan Rusia dari kelompok tersebut sebagai bentuk sanksi. Indonesia kerap mengatakan bahwa adalah kewajiban presidensi G20 untuk mengundang semua negara anggota.