Jakarta, Gatra.com – Ketua Harian DPN Peradi, R. Dwiyanto Prihartono, menegaskan bahwa hanya ada satu wadah organisasi advokat sesuai dengan mandat Undang-Undang Advokat Nomor 18 Tahun 2003.
“Organisasi advokat menurut kami ada satu,” kata Dwiyanto menjawab pertanyaan Satria, salah satu mahasiswa Fakultas Hukum (FH) Universitas Janabadra Yogyakarta di DPN Peradi, Jakarta, Senin (14/11).
Advokat senior yang karib disapa Dwi ini, menyampaikan jawaban tersebut dalam acara Kuliah Hukum Lapangan Mahasiswa FH Universitas Janabadra soal organisasi advokat mana yang sesuai UU Advokat karena saat ini banyak organisasi advokat.
Dwi lebih lanjut menjelaskan, Peradi yang saat ini dikunjungi adalah Peradi yang sah. Adapun Peradi dengan tambahan nama tentunya sudah bisa diketahui. “Jadi yang saya katakan Peradi itu satu,” katanya.
Ia menjelaskan, terbentuknya Peradi sebagaimana amanat UU Advokat yang mengamanatkan, paling lambat 2 tahun setelah 5 April 2003?, harus telah berdiri organisasi advokat sebagai wadah tunggal (single bar).
Adapun delapan organisasi advokat selaku pendiri Peradi, adalah Ikatan Advokat Indonesia, Asosiasi Advokat Indonesia, Ikatan Penasihat Hukum Indonesia, Himpunan Konsultan Hukum Pasar Modal, Himpunan Advokat dan Pengacara Indonesia, Serikat Pengacara Indonesia, dan Asosiasi Pengacara Syariah Indonesia.
“Mendeklarasikan dengan pemikiran dan konsep, tidak ada pikiran apapun ketika itu, bahwa Indonesia menganut single bar,” katanya.
Munculnya berbagai organisasi advokat yang seolah-olah mempunyai 8 kewenangan, di antaranya mengangkat, menyumpah, dan memberhentikan advokat karena ketua MA menerbitkan Surat Nomor 73/KMA/HK.01/IX/2015.
Inti dari surat Ketua MA tersebut, yakni Ketua Pengadilan Tinggi (KPT) bewenang untuk melakukan penyumpahan terhadap advokat yang memenuhi syarat dari organisasi manapun.
Menurutnya, hal tersebut melahirkan advokat-advokat yang tidak berkualitas dan dapat berpindah-pindah organisasi jika dihukum atau diberhentikan dari satu organisasi advokat. Ini juga sangat merugikan para pencari keadilan.
Dalam kesempatan itu, Dwi mengingatkan para mahasiwa FH Janabadra, jangan pernah bercita-cita menjadi advokat agar bisa kaya raya, memiliki mobil mewah, dan hidup hedon. “Itu pesan DPN Peradi,” tandasnya.
Ia menjelaskan, advokat merupakan profesi yang mulia (officium nobile) karena dilahirkan oleh filsuf di Yunani yang mempunyai kepedulian dan hati nurani terhadap ketidakadilan. Mereka melakukan pembelaan pada masyarakat yang tertindas tanpa memikirkan imbalan.
“Terkait itu, di Pasal 22 UU Advokat, ditegaskan, setiap advokat wajib memberikan bantuan hukum cuma-cuma bagi masyarakat tidak mampu. Itu mempunyai hubungan dengan masa lalu sehingga kita selalu diingatkan, kata wajib itu ada di sana,” ucapnya.
Wakil Dekan I FH Universitas Janabadra Yogyakarta, Dr. Fransisca Rumana Harjiatni, menyampaikan, Kuliah Lapangan Hukum ini diikuti 190 mahasiswa hukum untuk meningkatkan pengetahuan dan wawasan mereka soal praktik hukum di lapangan setelah mendapat teori di bangku kuliah.
“Peradi lembaga apa, tugas dan kewenangannya apa. Ini juga untuk mendapatkan gambaran, advokat itu seperti apa yang sesuai UU, idealnya seperti apa,” katanya. Ia menambahkan, setelah Peradi, pihaknya akan mengunjungi KPK, MA, MK, dan KY.