Jakarta, Gatra.com - Ketua Umum Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Olahraga (PDSKO), Leny Pintowati menyatakan bahwa kegiatan fisik penting dilakukan bagi penderita diabetes melitus. Hal ini bisa dilakukan melalui latihan fisik seperti aerobik, latihan beban, serta latihan kelenturan.
"Latihan fisik dilakukan secara baik, benar, terukur, teratur," katanya dalam diskusi yang digelar Kementerian Kesehatan secara daring, Senin (14/11).
Leny mengatakan bahwa kebugaran fisik bisa dilihat melalui beberapa komponen yaitu komposisi tubuh, daya tahan jantung dan paru, kekuatan dan daya tahan otot, serta kelenturan. Komponen ini harus diperhatikan secara seimbang agar kebugaran tubuh tetap terjaga.
Dalam memilih aktivitas fisik, Leny menuturkan bahwa frekuensi menjadi poin penting. Hal ini turut berkaitan dengan intensitas, serta waktu yang disediakan untuk melakukan aktivitas.
"Jenisnya apa, apakah aerobik atau latihan beban? Perlu melihat tahapan dari latihannya," katanya.
Leny turut memaparkan bahwa tiga latihan fisik dapat dipilih dalam menjaga kebugaran tubuh. Salah satunya adalah latihan aerobik sebagai latihan dasar.
"Untuk mengontrol gula darah, diharapkan frekuensi minimal tiga kali dalam satu minggu. Kalau sudah meningkat, secara bertahap bisa sampai tujuh kali seminggu," paparnya.
Interval training juga dipilih sebagai salah satu bentuk lain dari aerobik. Dengan intensitas ringan hingga tinggi, kondisinya disesuaikan dengan keadaan pasien diabetes. Latihan ini meliputi kombinasi gerakan seperti jalan cepat, lari, jalan kaki, dengan periode waktu tertentu.
Leny mengatakan bahwa latihan beban bisa menjadi alternatif kegiatan fisik yang dilakukan. Ini bisa dilakukan sebanyak 2-3 kali seminggu dengan intensitas sedang. Namun bagi penderita diabetes melitus dengan kontraindikasi untuk latihan beban tertentu, disarankan untuk berkonsultasi dengan dokter terlebih dahulu.
Latihan kelenturan menjadi pilihan yang tepat bagi penderita diabetes. Menurut Leny, semakin tua tubuh akan semakin tidak lentur. Hal ini akan berpengaruh dalam keseimbangan tubuh.
"Latihan bisa dilakukan 2-3 kali seminggu. Tapi harus ingat bahwa pasien harus berhenti saat sudah merasakan sedikit kurang nyaman. Jangan berhenti di titik nyeri agar tidak cedera," katanya.
Leny menekankan bahwa latihan fisik yang dilakukan disesuaikan dengan kapasitas masing-masing individu. Bentuk latihan punya batasan sesuai dengan umur dan status kebugaran fisik. Kegiatan yang dilakukan juga dimulai perlahan, yang nanti akan ditingkatkan secara bertahap. Terpenting, Leny meminta pasien tidak overtraining agar terhindar dari penyakit yang tidak diharapkan.