Jakarta, Gatra.com - Pemerintah mengungkapkan kesiapan Indonesia untuk menerima estafet tanggung jawab sebagai Ketua ASEAN 2023 dari Kamboja. Indonesia disebut siap untuk menitikberatkan pada penanganan krisis multidimensi seperti krisis pangan, energi, dan keuangan.
Menanggapi hal itu, Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Sugiyono Madelan Ibrahim menerangkan persoalan pangan adalah hal penting bagi setiap negara.
Menurutnya, sudah ada perubahan produksi dan perdagangan pangan global yang sudah lebih baik. Namun hal itu berubah ketika ada ancaman krisis pangan global akibat perang Ukraina-Rusia.
"Masalahnya itu ketika terjadi perang Ukraina, kita maupun negara lain banyak impor gandum. Posisinya harganya naik karena jumlah gandum berkurang. Itu harus ada yang mensubtitusinya atau paling tidak complement. Di situlah masalahnya. Jadi harga tinggi," terang pengajar Universitas Mercu Buana itu, Jumat (11/11/2022).
Sugiyono menegaskan Keketuaan Indonesia di ASEAN bisa memitigasi krisis pangan tersebut agar tidak berdampak serius ke negara ASEAN. Indonesia bisa mengupayakan jalur distribusi pangan yang tidak memberatkan.
"Jadi peranan Indonesia kalau jadi ketua tentu artinya paling tidak bisa mengatur di antara ASEAN itu agar tidak selalu jalur perdagangan. Paling tidak itu membantu bisa pinjam-meminjam pada saat terjadi krisis pangan," tegasnya.
Menurutnya, ada kecenderungan setiap negara akan menahan keluarnya pangan dengan memberlakukan kebijakan proteksi untuk menjamin kecukupan pangan dalam negeri masing-masing. "Kalau semua menahan kan benar-benar terjadi krisis," sambungnya.
Oleh sebab itu, Indonesia diharapkan mampu memainkan peran untuk mengatur sebaran pangan agar tidak terjadi kelangkaan di ASEAN.
"Indonesia bisa bermain di situ karena punya kemampuan dan pengalaman tentang hal itu. Beberapa negara kalau mengandalkan perdagangan saja, bisa tidak jalan, bisa bahaya karena harga tinggi," pungkasnya.
Sedangkan Pakar perdagangan ekonomi dunia dan politik internasional UGM, Riza Noer Arfani berpandangan bahwa fundamental perekonomian negara-negara di ASEAN cukup tangguh menghadapi potensi resesi di 2023.
“Secara umum memang negara ASEAN relatif terbebas dari ancaman resesi. ini ditunjukkan dengan proses recovery ekonomi yang mereka lakukan sejak pandemi juga dilihat dari Pertumbuhan Ekonomi yang rata rata positif. itu menjadi modal kuat, juga dilihat dari tingkat inflasi yang terkendali.” kata Riza, Jumat.
Namun meski begitu, dia mengingatkan pasti ada dampak dari negara-negara yang mengalami resesi atau perlambatan ekonomi. “Mengingat sejumlah negara ASEAN masih mengandalkan pasar yang konvensional, Amerika, Eropa bahkan Jepang. Pasar konvensional kemungkinan besar akan dilanda resesi tahun depan. Catatan sejauh kita bisa mendiversifikasi pasar, maka akan lumayan aman. jadi pasar non konvensional perlu digenjot,” ungkap Riza.
Cina juga diproyeksikan akan mengalami perlambatan. Sedikit banyak hal ini akan berpengaruh pada ekonomi ASEAN.
Kemudian mengenai masalah pangan, negara-negara di ASEAN harus bekerjasama untuk mengamankan rantai pasok komoditas utama yaitu beras.
”Memang basis kita masih beras, namun perlahan lahan mengkonsumsi non beras cukup besar. Ini potensi bergejolak. Kalau saran sata, kerjasama ASEAN sangat penting untuk mengobrol rantai pasok, bukan cuma beras dan non beras,” tandas Riza.