Palembang, Gatra.com - Pasca ketetapan Menteri Tenaga Kerja (Menaker) RI soal Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) PP 36 Tahun 2021 tentang Upah Minimum Provinsi (UMP) dan Upah Minimum Kota (UMK), Federasi Serikat Buruh Niekuba Sumsel menolak aturan tersebut karena dinilai cacat hukum.
Sebelum UU Ciptaker diberlakukan, Kepala Federasi Serikat Buruh Niekuba Sumsel, Hermawan menyebut, jika UMP dan UMK memakai PP Nomor 78 Tahun 2015 turunan dari UU 13 Tahun 2003, sehingga kenaikan UMP dan UMK itu diformulasikan pada inflasi dan pertumbuhan ekonomi daerah.
"Setelah UU 11 Tahun 2020 tentang Ciptaker diberlakukan, kemudian turunannya itu PP Nomor 36 Tahun 2021 diterbitkan perubahan formulasi, sehingga UMP Sumsel, Tahun 2022 tidak ada kenaikan. Dasarnya PP 36 Tahun 2021," katanya kepada Gatra.com pada Jumat, (11/11).
Padahal, Hermawan mengatakan, jika PP tersebut telah ditolak oleh serikat buruh dan telah digugat, sehingga UU Ciptaker itu diputuskan Mahkamah Konstitusi (MK) dengan menyatakan UU Ciptaker tersebut ditangguhkan.
"Putusan MK adalah UU Ciptaker tersebut inkonstitusional bersyarat, dan salah satu putusannya itu menyatakan menangguhkan segala tindakan atau kebijakan yang bersifat strategis. PP 36 inikan kebijakan turunan dari UU 11 Tahun 2020 dan bersifat strategi, jadi secara hukum telah ditangguhkan berdasarkan putusan MK. Artinya, kalau ditangguhkan kan berarti ditunda," terangnya.
Sambungnya, serikat buruh yang ada di Sumsel, bersepakat jika PP 36 ini tidak boleh lagi dijadikan dasar untuk menghitung kenaikan upah minimum, sehingga mengisi kekosongan hukum tersebut, PP 78 Tahun 2015 yang harus dipakai sebagai dasar.
"Akan tetapi Pemprov Sumsel kemarin dalam UMP dan UMK itu tetap mengacu pada PP 36, akhirnya tidak ada kebaikan. Dan kami sudah melakukan gugatan ke PTUN, sekarang sudah diproses dan sedang tahap banding. Itulah dasar kami para buruh, kami tetap menolak," tuntutnya.
Hermawan menganggap jika kebaikan soal keputusan Menker sangat kecil dan tidak signifikan, sedangkan harga-harga melambung tinggi. "Saat ini inflasi diperkirakan mencapai 6,5%, tahun ini juga diperkirakan ada lagi kenaikan, sedangkan upah karena formulasinya pakai PP 36. Artinya sangat kecil kemungkinannya. Nah kami masih mengunggu, dan kami tetap berharap akan ada kenaikan 13% untuk upah," harapnya.
Implementasi Upah Minimum
Persentase perusahan di Sumsel, yang membayar upah minimum banyak terjadi meski pada persentase berdasarkan data real tidak ada. "Disanker aja gak ada datanya. Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) saja tidak jelas. Inilah yang terjadi. Artinya sifat pelanggaran dan kejahatan tersebut sporadis, tergantung serikat buruh masing-masing mau bertahan atau mempermasalahkan hal tersebut. Karena kalau dana bisa sampai 50% menurut saya," katanya.
Implementasi program bantuan buruh yang gajinya di bawah UMR dari pemerintah dianggap hanya fatamorgana. Menurutnya, pemerintah semestinya menetapkan keadilan tanpa pandang bulu.
"Kalau buruh yang mendapatkan bantuan, itukan bantuan BSU yang dapatnya dari BPJS. BPJS itu yang menyampaikan data, yang banyak terjadi sekarang ini kan buruh itu banyak tidak disertakan BPJS, kalau tidak disertakan, mana bisa mendapatkan BSU. Bahkan, peserta BPJS pun tidak sepenuhnya dapat BSU dikarenakan ada beberapa kesalah dan kelalaian pihak yang terkait," katanya.
Selanjutnya ia menganggap, kebijakan pemerintah tentang kesejahteraan buruh tak menyelesaikan masalah jika tidak dilakukan tindakan preventif. "Jadi tidak menyelesaikan masalah dan juga kebijakan itu dilakukan hanya 3 bulan diberikan, setelah itu bagaimana buruh, nah ini menjadi persoalan juga bagi buruh. Apakah ini angin mengalir saja untuk buruh kan, untuk menjadi peredam," lanjutnya.
Pada kesempatan ini, Hermawan mengatakan, para buruh khususnya di Sumsel, bersepakat menolak dan meminta UU Ciptaker dicabut, karena keberadaannya hanya menyengsarakan rakyat.
"UU Ciptakerja itu sangat menyengsarakan buruh, itu faktanya. Upah tidak ada kenaikan di tahun kemarin, tahun ini juga paling naik sedikit, PHK di mana-mana, lapangan kerja juga tidak timbul. Nah jadi tidak ada dampak positif untuk rakyat," katanya.