Jakarta, Gatra.com – Direktur Eksekutif Perkumpulan Transformasi untuk Keadilan Indonesia (TuK Indonesia), Edi Sutrisno, mendorong pemerintah melakukan negosiasi serius terkait permasalahan iklim dengan anggota negara G20 dalam penyelenggaraan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di Bali, pada 15–16 November mendatang. Menurutnya, permasalahan iklim harus ditangani dengan melibatkan seluruh pihak.
"Kementerian Keuangan (Kemenkeu) diharapkan mengambil peran utama di G20 untuk melakukan negosiasi agar semua negara, termasuk Indonesia bisa menyelesaikan dan mengantisipasi kerusakan lingkungan yang terjadi," ujarnya saat ditemui usai aksi di Jakarta, Kamis (10/11).
Baca Juga: Aktivis Sebut Hari Pahlawan Jadi Momentum Pemerintah Perbaiki Masalah Iklim
Hal ini berkaitan dengan temuan koalisi Forests and Finance yang mengungkapkan bahwa sejak Perjanjian Paris ditandatangani, bank telah menyalurkan dana US$267 miliar kepada perusahaan penghasil komoditas yang merisikokan hutan. Sebesar 90% di antaranya merupakan bank yang berasal dari negara anggota G20.
Ia menilai bahwa kebijakan jangan hanya dibuat melainkan juga diterapkan secara serius. Momentum G20 bisa menjadi saat yang tepat untuk mendukung pengimplementasiannya.
"Perhelatan G20 bagi semua negara anggota jangan hanya bercerita tentang komitmen mengatasi permasalahan iklim, tapi melihat fakta seperti penyaluran dana bank [yang mendukung perusahaan perusak lingkungan]. Ke depannya, mau melakukan apa?" ucapnya.
Manajer Kampanye Hutan dan Kebun Eksekutif Nasional Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), Uli Arta Siagian, turut menyebutkan bahwa melalui G20, pembahasan solusi untuk mengatasi permasalahan iklim bisa dilakukan.
"Yang kami harapkan di pertemuan G20, Indonesia mampu mendesak negara maju untuk mengoreksi konsumsi mereka. Kalau memang kita mau kehidupan yang lebih baik, lingkungan hidup yang lebih baik," katanya.
Menurut Uli, hasil temuan Forests and Finance menunjukkan bahwa negara yang tergabung di G20 secara tidak langsung telah berkontribusi pada kerusakan hutan dan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM). Ia menilai bahwa kesepahaman bagi seluruh pihak sangat penting sebagai upaya pembenahan masalah iklim.
Baca Juga: Kedubes Rusia Konfirmasi Kepastian Putin Batal Hadiri KTT G20 di Bali
"Kalau mau mengubah situasi, semua harus punya standing position yang sama. Lembaga keuangan, negara, lembaga independen, termasuk masyarakat," paparnya.
Uli menilai bahwa pembenahan perubahan iklim bisa melibatkan masyarakat. Cara menyeimbangkan alam bisa dilihat dari bagaimana masyarakat adat hidup berdampingan dengan alam. Menurutnya, hal itu merupakan potret yang tepat saat manusia menyeimbangkan alam dalam memenuhi kebutuhannya sekaligus menjaga alam terus berkelanjutan.