Jakarta, Gatra.com - Pemerintah sedang menyusun Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RUU KUHP). Pengubahan aturan itu diklaim sebagai upaya pembangunan hukum nasional yang harmonis, sinergis, komprehensif, dan dinamis.
Koordinator Informasi dan Komunikasi Hukum dan HAM, Kementerian Kominfo, Filmon Warouw mengatakan bahwa KUHP lama merupakan produk hukum pemerintahan zaman kolonial Hindia Belanda. Oleh karena itu, perlu adanya penyesuaian dengan dinamika masyarakat saat ini.
Oleh karena itu, pemerintah banyak menyelenggarakan acara Dialog Publik RUU KUHP untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat. Acara ini juga disebut-sebut membuka ruang dialog untuk menghimpun masukan terhadap draft RUU KUHP sesuai dengan arahan Presiden Joko Widodo.
“Acara ini diharapkan dapat menjadi sarana sosialisasi pembahasan terkait penyesuaian RUU KUHP kepada elemen-elemen publik,” katanya dalam keterangan yang diterima pada Kamis (10/11).
Guru Besar Hukum Pidana Universitas Indonesia, Harkristuti Harkrisnowo menyatakan, ada lima misi RUU KUHP yaitu pertama, rekodifikasi terbuka dan terbatas. Terbuka karena masih membuka untuk tindak pidana lain, tapi terbatas dengan serangkaian prasyarat KUHP yang termasuk tindak pidana khusus yaitu terorisme, pelanggaran HAM berat, narkotika, korupsi, dan pencucian uang.
“Sekitar 75-80% KUHP yang sekarang digunakan tetap dipertahankan akan tetapi ditambahkan pada bab terakhir yaitu bab 34, tindak-tindak pidana khusus tapi yang diambil hanya core crimes saja,” kata akademisi yang akrab disapa Tuti ini.
Ia menambahkan, misi kedua yaitu demokratisasi. Ketiga, aktualisasi yaitu ketentuan yang mewadahi kondisi saat ini.
Keempat, modernisasi yang mengacu pada perkembangan dalam dunia internasional khususnya ketentuan yang sudah dirumuskan dalam Treaty Bodies. Terakhir yaitu harmonisasi agar KUHP tidak menyalip dan saling melengkapi satu sama lain.
Tuti juga menjelaskan tentang pedoman pemidanaan yaitu, pertama, pemidanaan tidak dimaksudkan untuk merendahkan derajat manusia, kedua, hakim wajib menegakkan hukum dan keadilan, dan ketiga, jika terdapat pertentangan antara kepastian hukum dan keadilan, hakim wajib mengutamakan keadilan.