Home Info Sawit Harapan Petani Sawit ke ‘Gedung Bundar’

Harapan Petani Sawit ke ‘Gedung Bundar’

Jakarta, Gatra.com - Hari ini, lelaki 51 tahun itu menjadi sosok paling istimewa bagi para petani kelapa sawit di Riau. Sebab setelah Supardi menjadi Kepala Kejaksaan Tinggi Riau lah, persoalan yang sudah empat tahun jadi momok bagi petani itu, bisa tersentuh.

Sudah menjadi rahasia umum kalau saat akan menetapkan harga Tandan Buah Segar (TBS) Kelapa Sawit di Dinas Perkebunan Riau, komponen Biaya Operasional Langsung (BOL) dan Biaya Operasional Tidak Langsung (BOTL) dimasukkan.

BOL sendiri adalah biaya yang muncul akibat proses pengolahan TBS menjadi Crude Palm Oil (CPO). Sementara BOTL sendiri adalah angka 2,63 persen yang dibikin dalam Peraturan Menteri Pertanian nomor 1 tahun 2018 untuk cost of money (bunga dan biaya bank, asuransi keamanan pengiriman uang) 1,33 persen, penyusutan timbangan CPO/PKO dalam perjalanan 0,30 persen dan Over Head kebun plasma (kegiatan penetapan harga TBS, Pembinaan Pekebun dan pembinaan kelembagaan pekebun) 1,0 persen. Semua angka-angka itu dipotong dari harga jual TBS petani.

“Sebelum dipelototi Kejati Riau, teramat sulit kami petani ini mengakses data-data terkait penetapan harga itu meski Permentan tadi menyuruh agar transparan. Baik soal invoice penjualan CPO, dasar pengeluaran BOL, dasar pemotongan BOTL serta pertanggungjawabannya. Padahal potongan-potongan itu sangat berdampak pada harga TBS kami. Itu belum termasuk potongan timbangan 15 persen yang membikin kami makin puyeng,” kata Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (DPP-Apkasindo), Gulat Medali Emas Manurung saat berbincang dengan Gatra.com melalui sambungan telepon tadi pagi.

Tapi setelah hampir tiga bulan ini Kejati Riau melakukan kajian dan kemudian mengkonfirmasi soal BOL dan BOTL itu kepada para pihak, perlahan tata cara perhitungan harga TBS terbuka. Saat menghitung biaya BOL dan BOTL pada Senin dan Selasa saban pekannya, Tim Penetapan Harga TBS Riau sudah lebih rasional dan transparan. Dampaknya, harga TBS petani pun menanjak.

“Sudah pasti menanjak lah harga TBS petani. Sebab pada prinsipnya, BOL dan BOTL adalah beban bagi harga TBS petani. Jadi, semakin kecil BOL dan BOTL, makin terdongkraklah harga TBS petani. Walau masih terdongkrak antara Rp50 sampai Rp150, itu sangat berarti bagi kami. Tapi kalau dihitung sejak awal bulan lalu sampai kemarin, harga TBS petani sudah terdongkrak antara Rp350 sampai Rp450 lho,” kata doktor lingkungan Universitas Riau ini.

Nah, oleh sensitifitas Supardi terhadap nasib petani sawit di Riau itulah kata Gulat, hari ini yang bertepatan dengan Hari Pahlawan dan sempena HUT Apkasindo pada 28 Oktober lalu, DPP Apkasindo menganugerahi Supardi ‘Pahlawan Petani Sawit Riau’. “Kami sangat berterima kasih kepada Jaksa Agung ST. Burhanuddin yang telah mengutus Supardi ke Riau,” bergetar suara Gulat mengatakan itu.

“Semoga apa yang sudah dilakukan oleh Pak Kajati Riau, menjadi inspirasi Kajati-Kajati di provinsi sawit lainnya. Biar kesejahteraan ekonomi 17 juta petani dan pekerja sawit semakin terwujud seperti keinginan Presiden Jokowi dalam pidatonya waktu mencabut larangan ekspor minyak sawit pada Mei lalu,” tambahnya.

Oleh bukti nyata yang sudah ditorehkan Supardi tadi, DPP Apkasindo kata Gulat dalam waktu dekat akan menyurati Burhanuddin di Gedung Bundar (Kejaksaan Agung) agar berkenan mempertimbangkan memberi penugasan kepada semua Kejati provinsi sawit untuk melakukan pendampingan saat rapat penetapan harga TBS dan memonitor harga TBS petani di 1.118 Pabrik Kelapa Sawit (PKS) yang bertebaran di seluruh provinsi sawit itu.

“DPP Apkasindo membawahi 22 provinsi --- DPW Apkasindo. Persoalan yang sama juga terjadi di masing-masing provinsi itu,” katanya.

Soal BOL dan BOTL tadi kata Gulat, DPP Apkasindo sudah juga berkoordinasi dengan Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) di sela acara Indonesian Palm Oil Confrence (IPOC) di Bali pekan lalu.

“Komunikasi kami petani sawit dengan GAPKI cukup bagus. GAPKI Pusat selalu mendengar serta menindaklanjuti keluhan kami petani sawit ke anggota GAPKI cabang. Hanya saja itu tadilah, tak semua korporasi sawit anggota GAPKI,” keluh Gulat.


Abdul Aziz

397