Jakarta, Gatra.com - Ratusan mahasiswa menggelar aksi di depan kantor Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) RI, Rabu (9/11). Mereka menuntut Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim memberikan perhatian dan mengambil tindakan terhadap persoalan Uji Kompetensi Apoteker Indonesia (UKAI).
Penyelenggaraan UKAI oleh panitia nasional (PN) yang dibentuk Komite Farmasi Nasional (KFN), dinilai merugikan para mahasiswa calon apoteker. Diketahui, ribuan peserta tak lulus dalam UKAI, dimana sebelumnya mereka telah mengeluarkan sejumlah uang guna mengikuti tes tersebut.
"KFN melalui PN UKAI diduga telah melakukan penyalahgunaan wewenang atas nama negara untuk diduga melakukan pemerasan kepada mahasiswa apoteker se-Indonesia melalui PN UKAI," kata perwakilan Aliansi Korban UKAI Indonesia dan Aliansi Apoteker dan Asisten Apoteker Peduli Negeri (AAPN), Muara, dalam keterangannya.
Dasar hukum pembentukan PN UKAI oleh KFN, yakni PP 51 Tahun 2009 dan Permenkes Nomor 889 Tahun 2011, yang disebut Muara, justru isinya bertentangan dengan hadirnya panitia nasional.
Sebab pada pasal 37, disebutkan bahwa mahasiswa yang telah menyelesaikan pendidikan profesinya, secara langsung dianggap telah lulus uji kompetensi apoteker dan berhak mendapatkan sertifikat kompetensinya.
Demikian juga Permenkes Nomor 889 Tahun 2011, dimana kata Muara, terdapat pasal 10 (1) yang berbunyi "dinyatakan telah lulus uji kompetensi setelah menyelesaikan pendidikan profesi dan dapat diberikan sertifikasi apotekernya secara langsung".
Sehingga, dari semua peraturan pemerintah yang ada, menurut mereka tidak satu pun yang memberikan kewenangan kepada KFN maupun badan apa pun untuk mengadakan uji kompetensi kepada para calon apoteker yang telah menyelesaikan pendidikan profesinya sebagai apoteker.
Atas itu, demi tegaknya hukum, mereka meminta Pembubaran PN UKAI yang di bentuk oleh KFN karena melawan hukum dan peraturan pemerintah yang sah, serta membatalkan seluruh keputusan yang pernah dibuat PN UKAI.
"Meniadakan atau menggugurkan sejak penyelenggaraan awal di 2016 sampai dengan sekarang. Karena sudah jelas organisasi ini ilegal. Organisasi yang tidak memiliki legalitas maupun justifikasi," tutur Muara.
"Bayangkan saja ada organisasi yang tidak memiliki legalitas masuk ke kampus, lalu bilang ke kampus, 'Kalau kamu mau mahasiswa kamu lulus, mahasiswa kamu harus ikutin ujian kami', padahal mereka sendiri tidak memiliki izin (legal standing)," bebernya.
Lebih lanjut, Muara mengungkapkan aksi yang mereka gelar merupakan yang kedua kalinya. Pada demonstrasi pertama di bulan Oktober, mereka sempat ditemui para pejabat Kemendikbud Ristek yang berwenang, namun hingga kini tak ada tindak lanjut.
"Bahkan Panitia Nasional Ujian Kompetensi Apoteker Indonesia malah mengadakan dan mempercepat ujian kompetensi yang sudah jelas-jelas ilegal," bebernya.
Pihaknya pun mengaku telah melayangkan dua kali somasi terhadap PN UKAI, dan sejauh ini dinilai tak mendapatkan respons positif. Karenanya mereka bakal menempuh upaya hukum. Langkah ini salah satunya dipimpin oleh tim hukum atau advokat dari Universitas 17 Agustus 1945 (UTA '45) Jakarta.
"Hal ini membuat para orang tua kecewa kepada pemerintah, yang dianggap mendiamkan dugaan penyalahgunaan wewenang (oleh) oknum-oknum di KFN," tandasnya.